Catatan keberadaan suku bangsa Cina yang menetap di Jawa pada masa lalu sesungguhnya masih baru. Baru pada era Majapahit akhir, dan puncaknya pada era VOC. Sebelumnya tidak ada catatan keberadaan mereka menetap di Jawa. Catatan perjalanan Fa Hsien (Faxian) ± 337 – 422 saat tiba di Jawa misalnya, selepas kapal yang ditumpanginya tiba di Jawa, tidak mencatat adanya komunitas Cina di Jawa dan tidak ada armada laut Cina yang melintas di perairan Nusantara.

Demikian pula dalam catatan I-Tsing (687 dan 695), catatan yang sama juga menyebut bahwa komunitas Cina belum ada di Nusantara dan di Jawa. Pada Catatan Dinasti Song (960-1279), sekalipun telah ada beberapa pedagang Cina yang mulai berdagang di Jawa, namun komunitas Cina dicatat tidak ada di Nusantara dan di Jawa. Komunitas Cina yang menetap di Jawa baru dicatat di Yingya Shenglan (1416). Dalam Yingya Shenglan tersebut, mulai dicatat adanya orang Cina yang menetap di Jawa. Misalnya saja di Tuban. Mereka yang menetap di Jawa berasal dari Guangdong dan Zhangzhou di Propinsi Fujian dan mereka yang menetap di Jawa umumnya merupakan para pelarian.

Tuban adalah nama lokal sebuah tempat yang dihuni sekitar seribu keluarga di bawah satu orang pemimpin. Di antara mereka cukup banyak orang Tionghoa dari Guangdong dan Zhangzhou di Propinsi Fujian yang menetap di sana, (WP. Groeneveldt, 2009: 65). 

Catatan Komunitas Jawa di Cina

Berbeda dengan catatan komunitas Cina di Jawa, catatan komunitas Jawa di Cina ternyata dicatat lebih dahulu dari pada komunitas Cina di Jawa. Komunitas Jawa di Cina dicatat pada era Dinasti Song (960-1279). Pada Dinasti Song tersebut, dicatat sebagai berikut.

Pada tahun 1129 Kaisar menganugerahkan hadiah kepada negara-negara selatan. Penguasa Jawa mendapat gelar raja negara dan mendapatkan 2.400 rumah (pada kenyataannya hanya 1.000) untuk mencukupi kebutuhan hidup (mungkin bagi para utusan yang dikirimkan sang raja). Pada 1132 pemberian itu ditambah dengan 500 rumah yang pada kenyataannya hanya 200, (WP. Groeneveldt, 2009: 28).

Kaisar Dinasti Song yang menganugerahkan gelar raja negara kepada penguasa Jawa dan memfasilitasi pendirian 2.900 rumah yang pada kenyataannya 1200 rumah tersebut adalah Kaisar Song Gaozong dari Dinasti Song Selatan. Kaisar Song Gaozong memerintah tahun 1127 hingga 1162. Ia adalah Kaisar Pertama Dinasti Song Selatan.

Sejarah Dinasti Song tidak mencatat jumlah orang namun jumlah rumah, menunjukkan jika komunitas Jawa yang berada di Cina tentu jauh lebih banyak dari 1200 rumah yang ditinggali. Untuk ukuran tahun 1132, menjadi sebuah komunitas asing yang dapat dikatakan terbesar di Cina.

Sebagai perbandingan, informasi Yingya Shenglan mencatat bahwa dari 1000 penduduk Tuban cukup banyak orang Cina dari Guangdong dan Zhangzhou di Propinsi Fujian. Istilah cukup banyak tersebut tentu bukan separuhnya atau semuanya. Sementara Komunitas Jawa yang di Cina dicatat rumahnya saja lebih banyak dari jumlah penduduk Tuban. Berbeda dengan informasi Yingya Shenglan, komunitas Jawa di Cina bukan komunitas pelarian dengan ditandai difasilitasinya rumah untuk mereka oleh Kaisar.

Komunitas Jawa Komunitas Pedagang

Menurut informasi Sejarah Dinasti Song, tidak ada catatan mengenai lokasi perumahan untuk komunitas Jawa yang diberikan oleh Kaisar. Apakah di wilayah sekitar Istana Hangzhou di Lin’an yaitu Istana Dinasti Song Selatan atau di wilayah lainnya.

Namun demikian keberadaan komunitas Jawa juga dicatat terdapat wilayah pelabuhan Cina. Hal ini karena para pedagang Jawa telah berdagang ke Cina sejak Dinasti Liu Song (420-479), (WP. Groeneveldt, 2009: 14).  Menjadi wajar bila Robert Dick-Read kemudian mencatat suatu ketika pedagang Kun-Lun yang telah berlayar setiap tahun menuju Kanton tidak menerima sikap Gubernur Kanton yang korup dan tidak mau bekerja sama, mereka dengan amat berani kemudian membunuh gubernur Kanton tersebut, (Robert Dick-Read, 2008: 59).

Keberanian pedagang Kun-Lun (sebuah istilah Cina untuk pedagang Jawa dan Melayu) tersebut menunjukkan bila komunitas mereka memang sangat besar sehingga mereka berani menghadirkan kebijakan di luar kebijakan yang ditetapkan Gubernur. Hanya saja komunitas Jawa yang terkonsentrasi di pelabuhan Cina sebagaimana informasi Robert Dick-Read tersebut, kiranya bukan yang dimaksud dengan Komunitas Jawa yang mendapat fasilitas kaisar.   

Kemungkinan-Kemungkinan Penyebab Komunitas Jawa Difasilitasi Kaisar

Pemberian fasilitas luar biasa kepada Komunitas Jawa di Cina oleh Kaisar Song Gaozong yang merupakan kaisar pertama Dinasti Song Selatan, merupakan sebuah pemberian yang tidak biasa. Hal ini karena pemberian gelar dan rumah menunjukkan bila mereka tentu memiliki peran sangat penting bagi bagi diri kaisar.

Ada beberapa kemungkinan yang dapat dijadikan alasan terkait pemberian fasilitas tersebut.

Pertama. Robert Dick-Read mencatat pada abad ke-5 dan ke-7 sebagian besar bangsa Cina yang melakukan perjalanan ke Samudera Indonesia lebih senang menggunakan kapal-kapal Kun-lun daripada kapal-kapal mereka sendiri, (Robert Dick-Read, 2008: 58-59).

Catatan ini ternyata masih relevan hingga era Kaisar Song Gaozong. Hal ini karena berabad-abad setelah era Faxian, tidak ditemukan lagi catatan pengelana Cina. Satu-satunya yang ada adalah catatan dalam Sejarah Dinasti baik Dinasti Liang (502-557), Dinasti Tang (618-907), dan Dinasti Song (960-1279). Sejarah Dinasti tersebut ternyata menyebut armada laut Jawa yang berdagang ke Cina, dan bukan sebaliknya. Semua itu, kemungkinan besar membuat Kaisar Song Gaozong memberi penghargaan kepada Raja Jawa dan kemudian memberi perumahan bagi utusan yang datang.

Kedua. Robert Dick-Read juga mencatat bahwa Cina tidak memiliki peran penting dalam bidang-bidang yang menyangkut kelautan dunia—bidang yang mempunyai pengaruh langsung dalam perkembangan politik di Asia Tenggara pada masa itu, (Robert Dick-Read, 2008:56).

Catatan Robert Dick-Read ini ternyata tidak berlebihan. Hal ini karena dalam Sejarah Dinasti, tidak ada satu pun Armada Cina yang dicatat melakukan ekspedisi ke Jawa. Catatan Armada Cina ke Jawa baru dicatat untuk pertama kalinya pada masa Dinasti Yuan atau sekitar tahun 1293 M, selepas Dinasti Song dikuasai Mongol. Pada saat itu, Mongol dicatat menginvasi Jawa. Meskipun armada kapal laut yang dikirim banyak, namun armada yang ada demikian kecil dan lemah. Sebagai akibatnya kedatangan mereka mudah diketahui dan taktik blitkritz yang mereka terapkan di daratan mudah diketahui dan dikalahkan. Karena itu pemberian penghargaan kepada Raja Jawa dan kemudian memberi perumahan bagi utusan yang datang, dapat dipandang sebagai upaya untuk mendapatkan transfer teknologi. 

Makna Gelar Raja Negara Untuk Penguasa Jawa

Pada saat Kaisar Song Gaozong memberi gelar Raja Negara untuk Penguasa Jawa pada tahun 1129, maka Penguasa Jawa yang dimaksud, kemungkinan besar adalah Raja Kediri Bameswara (1116-1135 M). Lepas dari segala kemungkinan yang ada, uniknya pemberian gelar Raja Negara dengan informasi dari teks Jawa Kuna khususnya Calon Arang, ternyata memiliki kedekatan informasi.

Dalam Calon Arang disebut sebagai berikut.

Teks Calon Arang Lor 5387/5279. Lihat I Made Suastika, Calon Arang dalam Tradisi Bali, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1997), hlm. 81.

36.a Tan lingĕn pwa wwang Nuśantarâtah, samy ahidĕp mangawuleng Sang Naranātha. Sabrang, Malayu, Palembang, Jambi, Malaka, Singapura, Patani, Pahang, Siyĕm, Cĕmpa, Cina, Koci, Kĕling, Tatar, Pego, eng Kĕdah, Kutawaringin, Kute, Bangka, Sunda, Madura, Kangayan, Makassar, Seran, Goran, Pandan, Peleke, Moloko, Bolo, Dompo, Bima, Timur, Sasak, Sambawa. Samangkana kweh ikang Nuśantara, kang asrah upeti marekeng Sang Prabu. Sira Sang apuspata Jatiningrat, maharaja Erlanggyabiseka.


Terjemahan:

36.a Tidak diceritakan orang-orang Nusantara, semua percaya mengabdi kepada sang Raja. (Daerah) seberang (Jawa), Melayu, Palembang, Jambi, Malaka, Singapura, Patani, Pahang (daerah di Semenanjung Malaka), Siyem (Siam), Cempa (daerah di Kamboja), Cina, Koci (daerah di Vietnam), Keling (India), Tatar (bangsa Mongol), Pego (daerah di Birma), sampai Kedah (daerah di Semenanjung Melayu), Kutawaringin (di Kalimantan), Kute (Kutai), Bangka, Sunda, Madura, dan Kangayan (Pulau Kangayan), Makassar (daerah di Sulawesi), Seran (Seram di Maluku), Goran (di Maluku), Pandan (Wandan), Peleke (di Sulawesi?), Moloko (Maluku), Bolo, Dompo (Dompu), Bima (daerah di Sumbawa), Timur, Sasak (Lombok), serta Sambawa (Sumbawa). Sekian jumlah Nusantara itu, yang menyerahkan upeti kepada sang Raja. Beliau yang bernama Jatiningrat dan Maharaja Erlangga nama nobatnya, (I Made Suastika, 1997:117).

Menurut teks Calon Arang tersebut, Airlangga dicatat menganeksasi Cina. Tidak dicatat kapan Airlangga melakukan proses aneksasi tersebut. Namun dimungkinkan sebelum tahun 1042. Hal ini karena dalam tahun tersebut, prasasti Gandhakuti (1042) menyebut adanya gelar kependetaan Airlangga yaitu Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana. Gelar tersebut menunjukkan Airlangga tidak lagi memerintah kerajaan, namun menjadi seorang pendeta. Saat proses aneksasi tersebut terjadi, Dinasti Song yang berkuasa adalah era Song Utara (Bei Song 960-1127).

Kedekatan di sini adalah pemberian gelar Raja Negara bagi penguasa Jawa oleh Kaisar Song Gaozong sebagai kaisar baru Dinasti Song Selatan, seperti tengah melanjutkan tradisi sebelumnya yaitu dengan mengakui Raja Jawa sebagai raja yang menguasai Cina sebagaimana catatan teks Calon Arang.

Pemberian Gelar Sebagai Langkah Politis

Bila dilihat dari sisi sejarah, pemberian gelar Raja Negara kepada Raja Jawa yang diikuti pemberian rumah bagi Komunitas Jawa pada dasarnya merupakan sebuah langkah politis baru yang dilakukan Kaisar Baru Dinasti Song Selatan. Hal ini karena sebagai tokoh yang bukan penerus resmi kaisar yang ditahan Jurchen dari Dinasti Jin, maka keberhakan atas tahta menjadi sebuah kendala. Penyatuan pasukan yang tersisa akan menjadi masalah yang tidak mudah, dan serangan dari Dinasti Jin akan terus bergelombang sehingga cepat atau lambat akan segera menghancurkan negara baru yang tidak memiliki pemimpin yang berhak atas tahta.

Karena itu saat Kaisar Song Gaozong memberi gelar Raja Jawa sebagai Raja Negara yang diikuti pemberian rumah bagi Komunitas Jawa, selain sebagai langkah meneruskan tradisi sebelumnya karena menunjukkan bila Kaisar Song Gaozong bukan lagi bertindak sebagai Raja Negara dengan mengakui aneksasi yang dilakukan Jawa, juga sebagai sarana untuk melibatkan Raja Jawa secara langsung berhadapan dengan Dinasti Jin penyerangnya. Hal ini ditandai dengan pemberian fasilitas rumah bagi komunitas Jawa dalam jumlah yang besar.

Komunitas Jawa yang difasilitasi tersebut tentu bukan sekedar para pedagang Jawa. Hal ini karena pemberian fasilitas rumah lebih bersifat permanen bukan bersifat temporary sebagaimana yang dibutuhkan para pedagang kala itu. Fasilitas rumah itu lebih tepat dibutuhkan oleh sebuah pasukan. Oleh karena itu perumahan Komunitas Jawa yang ada, lebih dimungkinkan didirikan di sekitar wilayah istana dan bukan di pelabuhan. Di mana fungsinya untuk melindungi diri Kaisar Song Gaozong.

Semua langkah politis tersebut kiranya dilakukan sebagai upaya untuk memberi pesan jelas kepada Jurchen dari Dinasti Jin bahwa jika mereka berani menyerang Song Selatan, maka seperti melawan Raja Jawa yang memiliki kedudukan sebagai Raja Negara yang sesungguhnya. Dengan dibuktikan digelarnya pasukan Jawa yang difasilitasi keberadaannya oleh kaisar. Menariknya, langkah politis tersebut, membuat Kaisar Song Gaozong mampu bertahan di atas tahta hingga turun temurun, sampai kemudian ditaklukkan Mongol. Dinasti Jin seperti tertahan dan tidak berani untuk meneruskan penyerangannya ke Dinasti Song Selatan.

Semua pesan yang dibuat Kaisar Song Gaozong, pada dasarnya menunjukkan bila Cina era Dinasti Song baik Dinasti Song Utara maupun Dinasti Song Selatan merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Jawa sebagaimana informasi dari catatan teks Calon Arang. Informasi Catatan Sejarah Dinas Song tersebut juga dapat dikatakan seperti memperkuat informasi aneksasi yang dilakukan Raja Airlangga, sebagai sebuah kebenaran sejarah.*      

Daftar Pustaka

Groeneveldt, W.P, Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Jakarta. Komunitas Bambu, 2009.

Irawan Djoko Nugroho, Meluruskan Sejarah Majapahit, Yogyakarta: Ragam Media, 2010.

Irawan Djoko Nugroho, Majapahit Peradaban Maritim. Ketika Nusantara Menjadi Pengendali Perdagangan Dunia. Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Jakarta, 2011

I Made Suastika, Calon Arang dalam Tradisi Bali, Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1997.

Marwati Djoned P & Nugroho Notosusanto , Sejarah Nasional Indonesia 1-4. Cetakan ke 4. Jakarta: Balai Pustaka, 1992.

Paul Michel Munoz, Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia. Yogyakarta: Mitra Abadi, 2009.

Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari. Pengaruh Peadaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.

Sudrajat, M. Pd, Diktat Kuliah Sejarah Indonesia Masa Hindu Budha, Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 2012.

Supratikno Rahardjo, Kota-kota Prakolonial Indonesia Pertumbuhan dan Keruntuhan. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997.

Zoetmulder, P.J., Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Terjemahan Dick Hartoko. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Djambatan, 1985.

Zoetmulder, P.J., Kamus Jawa Kuno-Indonesia. Vol. I-II. Terjemahan Darusuprapto-Sumarti Suprayitno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Website Sumber Gambar:

YouTube Peta Sejarah Kekaisaran China : Dinasti Song Tahun 907-1279 M, Wahyu Kurniawan Sosromarutto, Jun 25, 2020

1 comment

  1. Kenapa sampai sekarang tidak ada komunitas Jawa di dataran cina? Sementara itu ada komunitas cina di Jawa. Kenapa di serat calon arang di sebut tatar (suku bangsa) bukannya nama wilayah atau kerajaannya? Kenapa pulau Taiwan tidak dikuasai cina?(baru dikuasai pada zaman awal dinasti ching)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*
*