Dalam rapat raksasa ulang tahun ke-45 Partai Komunis Indonesia (PKI), Presiden Soekarno mendoakan agar supaya PKI terus subur, maju (onward) dan never retreat ‘tidak pernah mundur’. “Subur, subur, subur, madju, madju, madju, onward, onward, onward, never retreat”, kata Soekarno sebagaimana teks pidatonya yang diberi judul: Subur, Subur, Suburlah PKI.

Untuk doa agar PKI terus subur, maka sesungguhnya doa tersebut memiliki 2 dimensi. Pertama. Sebagai sebuah doa sebagaimana makna eksplisit yang ada. Doa yang menunjukkan Soekarno memiliki simpati yang demikian tinggi kepada PKI serta mengharapkan PKI terus tumbuh membesar. Kedua. Sebagai sebuah pengakuan dari Soekarno bahwa PKI kala itu tidak subur, sehingga layak didoakan agar subur sebagaimana pengertian dari sisi makna implisitnya. Sementara itu dalam doa bahasa Inggris, Soekarno mengucapkan doa yang menarik: onward, onward, onward, never retreat ‘maju, maju, maju, jangan pernah mundur’. Bahkan doa yang dipanjatkan agar PKI terus maju diucapkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Apa maksud PKI diharap maju dan jangan sampai mundur ke belakang oleh Soekarno?

Hubungan Soekarno Dengan PKI

Hubungan Soekarno dengan PKI sangat unik. Dalam pengantar penerbit Pidato Presiden Soekarno pada rapat raksasa ulang tahun ke-45 Partai Komunis Indonesia (PKI) pula, Soekarno saat mendirikan PNI tahun 1927 disebut bermaksud meneruskan perjuangan PKI yang pada tahun 1926 dan 1927 mengalami hamukan tabula rasa dari pemerintah kolonial Belanda. PKI yang kala itu dekat dengan negara komunis Uni Soviet.

Namun hubungan tersebut untuk selanjutnya terpisah jauh. Baru pada tahun 1959 hubungan Soekarno dan PKI kembali terjalin. Di mulai tahun 1959, saat PKI melangsungkan Kongres Nasionalnya yang ke-Vl, Soekarno mengucapkan pidato yang terkenai: Yo sanak yo kadang, yen mati aku sing kelangan ‘ya saudara ya keluarga, jika meninggal saya yang kehilangan’. Di sini Soekarno menyebut PKI sebagai saudara dan keluarga, karena Soekarno memiliki pandangan yang sama dengan PKI, khususnya PKI pra 1927. Sementara itu di depan Kongres Nasianal ke-VII PKl tahun 1962, Soekarno mengucapkan amanat penting: Go ahead. Dan pada tahun 1964, saat PKI menyelenggarakan Konferensi-Sastra dan Seni Revolusioner, Presiden Sukarno mengucapkan pidato untuk PKI: Segala simpatiku kepadamu!

Semua hubungan ini terjalin karena PKI dimasukkan Soekarno dalam proyek pemikirannya, yaitu menggabungkan menjadi satu semua tenaga-tenaga revolusioner progresif. Soekarno menganggap PKI sebagai tenaga revolusioner progresif lebih dari PSI yang juga berasas Marxisme seperti PKI. Karena itu ia tidak menyebut penggabungan tenaga revolusioner progresif tersebut dengan Nasionalis, Islam, dan Marxisrne atau Nasionalis. Selain itu juga bukan Nasionalis, Agama, dan Marxis atau Nasamarx.

PKI Uni Soviet Versus PKI Cina

Onward, onward, onward, never retreat sebagai doa yang dipanjatkan Soekarno di rapat raksasa ulang tahun ke-45 PKI, seperti memperjelas wajah PKI yang dilihat saat itu oleh Soekarno. Di sini, Soekarno seperti membagi PKI dalam dua kelompok. Salah satunya, PKI yang melakukan tindakan mundur ke belakang (retreat).

Dalam sejarahnya, perkembangan PKI dicatat memiliki 2 orientasi. Pertama. PKI yang memiliki orientasi dekat dengan Uni Soviet. Kedua. PKI yang memiliki orientasi dekat dengan Cina. Dapat dikatakan jika PKI yang melakukan tindakan mundur ke belakang, tidak lain adalah PKI yang telah melakukan tindakan menurut bahasa Soekarno anti revolusioner progresif. Mereka adalah PKI yang dekat dengan Uni Soviet, PKI yang kala itu dipimpin oleh Muso.

Muso yang awalnya diterima baik Soekarno sebagai guru dan sahabat pada tanggal 13 Agustus 1948 di Istana Negara untuk membantu perjuangan revolusioner progresif negara Indonesia, tiba-tiba melakukan tindakan mundur ke belakang (retreat) dengan mendirikan negara Republik Soviet Indonesia atau dikenal kemudian sebagai Pemberontakan Madiun 1948. Hubungan Soekarno dan PKI segera putus. Putusnya hubungan tersebut mencapai puncaknya, saat Soekarno mengeluarkan pernyataan yang terkenal waktu itu yaitu: “Pilih Muso atau Soekarno”.

Karena itu, PKI didoakan Soekarno tidak mundur ke belakang tidak lain adalah PKI yang kini memiliki orientasi dekat dengan Cina. PKI ini PKI Baru, yaitu PKI paska PKI Muso yang ditumpas di Madiun. PKI era kepemimpinan Dipa Nusantara Aidit (Aidit). PKI ini seperti ingin menempatkan diri berbeda dengan PKI Lama yaitu PKI era Muso.  Beberapa kedekatan yang ada, misalnya adanya hubungan baik Aidit sebagai pemimpin PKI dengan Mao Zedong pemimpin Komunis Cina sekaligus Presiden Cina. Selain itu adanya dukungan terbuka Cina kepada Indonesia untuk membentuk Angkatan Kelima. Dukungan yang dipandang dapat menguntungkan keberadaan PKI era kepemimpinan Aidit. 

Kemungkinan besar doa ‘never retreat’ juga dipanjatkan Soekarno, karena ia telah membaca arah gerakan PKI Aidit. Ia lalu mencegah tindakan PKI Aidit dengan doa bahasa Inggrisnya yang lugas tanpa teding aling-aling, ‘never retreat’. Doa yang diucapkan secara menarik dan unik ini, diharapkan dapat dingat dan dilaksanakan oleh Aidit. Posisi Soekarno jelas, melarang PKI Aidit kembali melakukan tindakan anti revolusioner progresif.

Warna Komunisme Dalam Diri Soekarno

Kala Soekarno berniat meneruskan perjuangan PKI saat mendirikan PNI pada tahun 1927, maka niatan tersebut dapat dikatakan telah terlaksana. Hal ini ditandai dengan keberhasilan Indonesia lepas dari pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, Indonesia pada era Soekarno juga memiliki kedekatan dengan Uni Soviet. Semua itu menunjukkan jika secara pribadi, Soekarno sesungguhnya memiliki kesamaan pandangan dengan Muso namun berbeda dari sudut pendekatan yang dilakukan. Soekarno di sini dapat dikatakan memiliki kedekatan dengan orientasi pemikiran PKI sebelum tahun 1926 dalam dirinya.

Namun demikian kedekatan ini kemudian digunakan hanya sebagai bagian dari referensinya. Dalam menyusun Pancasila, Soekarno dicatat memblended Manifesto Communist plus Ketuhanan yang Esa. Ia bahkan juga memblended Declaration of Independence plus Keadilan Sosial. Blended ini menjadikan Pancasila menjadi antitesa dari etatisme dan kapitalisme.

Dengan memiliki kedekatan dengan orientasi pemikiran PKI sebelum 1927, Soekarno menjadikan Uni Soviet menjadi pusat sekutu dalam perjuangannya. Tidak berlebihan jika Soekarno memiliki kebijakan pertahanan yang demikian dekat dengan Uni Soviet. Banyak senjata termutakhir didatangkan dari Uni Soviet demi mengakhiri pendudukan Belanda yang masih bercokol di wilayah Indonesia. Kondisi ini sangat berbeda dengan orientasi PKI era Aidit, yang memilih memiliki kedekatan dengan Cina. Cina dijadikan PKI era Aidit sebagai pusat sekutu perjuangannya. Dua hal yang berbeda antara pemikiran Soekarno dan Aidit.

Berbeda dengan Aidit, Soekarno terhadap Cina tidak menganggap sebagai bagian sekutu kebijakan pertahanannya. Soekarno bahkan menjadikan Cina hanya menjadi bagian yang diperjuangkan melawan kapitalisme. Soekarno menempatkan diri dan Indonesia menjadi leader Asia Afrika. Hal ini ditunjukkan dengan kegigihan Soekarno dalam memperjuangkan Republik Rakyat Cina (RRC) agar menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Perjuangan yang pada akhirnya berhasil. Kebijakan Soekarno ini menunjukkan kekuatan Cina pada masa itu dipandang sebelah mata sehingga keberadaannya perlu dibantu Indonesia dalam kancah dunia. Cina tidak dianggap setara dengan Uni Soviet sehingga menjadi sekutu kebijakan pertahanan bagi Soekarno. Dengan demikian kedekatan Indonesia dan Cina dengan menjadikan Cina sebagai sekutu kebijakan adalah kebijakan PKI era Aidit dan bukan kebijakan Soekarno.

Karena itu doa Soekarno: onward, onward, onward seperti sebuah harapan besar agar PKI era Aidit berubah dengan tidak lagi menjadikan Cina sebagai sekutu kebijakan. PKI diharap kembali kepada kithahnya dengan hanya menjadikan Uni Soviet menjadi satu-satunya sekutu kebijakan pertahanan dan menempatkan Indonesia menjadi leader Asia-Afrika.

Harapan Yang Gagal

Doa yang dipanjatkan Soekarno yaitu: onward, onward, onward, never retreat ‘maju, maju, maju, jangan pernah mundur’ dalam realitasnya tidak pernah terlaksana. Aidit menganggap angin lalu harapan besar Soekarno. Selain tidak menempatkan Indonesia jadi leader Asia-Afrika, Aidit juga ternyata lebih memilih jalan seperti PKI era Muso dengan melakukan tindakan mundur ke belakang. Sebuah tindakan yang kembali membawa PKI menuju kehancurannya.

Kejatuhan PKI era Aidit membawa konsekuensi buruk bagi Soekarno. Soekarno yang dalam doanya jelas menuntun PKI era Aidit agar tampil percaya diri dalam berbangsa dan terus menjadi pejuang revolusioner progresif bagi bangsa Indonesia, dipandang oleh para penentang garis politiknya yang kemudian menamakan diri sebagai Orde Baru, sebagai pendukung PKI yang harus disingkirkan. Sayangnya, para penentang garis politik Soekarno tidak melihat bila Soekarno pun pernah berharap besar agar PKI era Aidit, never retreat. Sebuah realitas yang sesungguhnya menempatkan Soekarno tidak merestui dan mengetahui gerakan yang dilaksanakan PKI era Aidit di belakang hari.  

Di sini tampak ada agenda untuk menyingkirkan Soekarno, dengan tujuan besar mereka. Terbukti begitu mereka berkuasa, mereka membawa Indonesia tidak tampil percaya diri dalam berbangsa guna menjadi leader Asia Afrika dan bahkan melepas diri dari menjadi pejuang revolusioner progresif bagi bangsa Indonesia. Political decay, state capture dan economy control kepada pihak asing menjadi orientasi kebijakan mereka. Sebuah kebijakan yang ternyata jauh lebih buruk dari kebijakan Soekarno. Ironis.*  

Sumber Acuan:

https://drive.google.com/file/d/1ykmdG5EVoiNm47JW9o-C_QM1FUPgm0Qm/view
https://www.cocokpedia.net/2021/11/suburlah-pki.html
https://news.republika.co.id/berita/nasional/politik/19/07/30/pvf125377-terungkap-dialog-aidit-dan-tokoh-komunis-cina-mao-zedong
https://nasional.tempo.co/read/1513348/perintah-soeharto-dan-operasi-penangkapan-dn-aidit-hingga-ke-solo
https://tirto.id/kontroversi-pasokan-ribuan-senjata-dari-cina-untuk-angkatan-kelima-cxeo
https://www.viva.co.id/berita/nasional/681988-kisah-persahabatan-bung-karno-dan-musso-sang-tokoh-pki

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*
*