- Judul : Kronogram Dalam Hikayat Hang Tuah. Analisis Struktur dan Kekerabatan Melaka-Majapahit.
- Pengarang : Irawan Djoko Nugroho
- Ukuran : 14,5mm x 21mm
- Jumlah : 379 halaman
- Tahun terbit : 2022
- Harga : Rp130.000 (Pulau Jawa), Rp 150.000 (Luar Pulau Jawa)
- Penerbit: PT Merdeka Karya Bersama, STC Senayan Lt. 4 No. 31-34. Jl. Asia Afrika Pintu IX, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat. 10270. Telepon (021) 579 31 879. HP/WhatsApp: 0813 8903 1832. E-mail: irawandjk@gmail.com
Ringkasan isi:
Buku ini membahas Hikayat Hang Tuah dari sisi yang paling berbeda dari yang telah dilakukan para ahli sebelumnya. Lebih dari 200 tahun, Hikayat Hang Tuah sebagai satu-satunya hikayat yang paling unik di dunia didudukkan tidak pada tempatnya. Hal ini karena kronogram yang dilakukan tokoh cerita, seperti dengan sengaja diabaikan semua peneliti. Kronogram yang terdapat dalam episode Hang Tuah Diutus Ke Turki ini, berbunyi: bermula pada masa itu hijrah Nabi Sallallahu alaihi wa-sallam baharu delapan ratus delapan puloh enam tahun. Tahun 886 Hijrah sama dengan 1481 M.
Dengan adanya kronogram tersebut, kisah Hang Tuah tidak dapat dipandang sebagai fiksi semata, namun juga harus dipandang sebagai sebuah sejarah. Terbukti banyak jejak rekam sejarah dicatat di dalamnya. Misalnya saja sebagai berikut.
Pertama. Mekah dan Madinah tahun 1481 M dikuasai Mesir dengan ditandai adanya Kepala Jamaah Haji dari Mesir dan bukan dari Turki. Kedua. Mesir pada tahun 1481-1482 menurut Hikayat Hang Tuah diperintah oleh Perdana Menteri. Istilah Perdana Menteri menunjukkan ada struktur raja di Mesir. Keterangan Hikayat Hang Tuah tersebut ternyata memiliki kesamaan dengan catatan sejarah pada tahun 1481– 1482, Mesir dicatat diperintah oleh Sultan An-Nashir Muhammad bin Qaytabi (872 H/1467 M – 901 H/1495 M). Ia seorang Sultan dari Mamluk Burji. Sultan inilah yang disebut sebagai Perdana Menteri serta yang menerima Hang Tuah. Sementara itu struktur raja sekalipun tidak dikisahkan adalah Khalifah Abbasiyah di Kairo Mesir yaitu Khalifah Al-Mutawakkil Alā’llāh II (1479 – 1497).
Semua jejak rekam sejarah tersebut, tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perjalanan ke Turki. Dengan kata lain perjalanan Hang Tuah ke Turki adalah kisah nyata. Karena itu anggapan para ahli yang berkembang selama ini bahwa Hikayat Hang Tuah merupakan fiksi, adalah keliru.
Bila diperbandingkan dengan Sulalatus Salatin, hikayat yang dianggap sebagai pensejarahan penting terkait Melaka, ternyata kualitas informasi sejarahnya jauh di bawah Hikayat Hang Tuah. Selain karena tidak ada kronogram di dalamnya, juga karena ia berisi banyak manipulasi sejarah.
Kisah Hang Tuah Diutus Ke Turki sebagai salah satu contohnya. Kisah ini tidak dicatat dalam Sulalatus Salatin. Namun bila dilihat secara lebih dalam, kisah Hang Tuah Diutus Ke Turki pada dasarnya mengisahkan bahwa Melaka pada tahun 1481 atau jauh sebelum Feringgi datang ke Melaka, telah mengenal meriam. Berbeda dengan Sulalatus Salatin, Melaka dicatat belum mengenal meriam saat diserang pertama kali oleh Portugis, (SS XXII:248-249). Kala diperbandingkan dengan data sejarah lain seperti Teks Bujangga Manik dan Catatan Tome Pires, Melaka ternyata telah mengenal meriam sebelum kedatangan Portugis. Hal ini menjadikan informasi Sulalatus Salatin menjadi tidak benar.
Informasi Hikayat Hang Tuah ternyata juga menjadi benang merah hubungan antara Melaka dan Majapahit. Hal ini karena sosok pāduka bhaṭṭāra kling yang dicatat dalam Prasasti Wijaya Parakrama Wardana (1447) identik dengan Raja Melaka menurut Hikayat Hang Tuah. Baik misalnya deskripsi: Anujj (h) itakṣatraviçeṣasaṃ jnah ‘Nan memaklumi segala keadaan khusus dalam kerajaan yang tak ditinggalkannya’, maupun: Manobhavānūnasurūpavīro ‘Nan seperti seorang pahlawan berpotongan bagus, tak kurang mempunyai daya penarik (dari pada Dewa Asih) yang lahir pada sanubarinya’.
Informasi terakhir misalnya, menunjukkan sosok Girindrawardana tahun 1447 merupakan sosok yang masih muda karena disebut berpotongan bagus dan mempunyai daya penarik (dari pada Dewa Asih). Bila Raja Melaka (Sultan Mansor Shah) memerintah tahun 1458 sesuai Pertulisan Mizan Sultan Mansor Shah, maka saat dicatat dalam Prasasti Wijaya Parakrama Wardana (1447), ia berusia 16 tahun. Usia kala ia masih berstatus pangeran, seperti informasi Hikayat Hang Tuah (HHT VI:123).
Banyak sekali informasi menarik lain yang hanya bisa dilihat di buku ini. Seperti misalnya: penerapan nasikh dan mansukh dalam penjabaran cerita, adanya 2 cerita utuh dalam kisah Hikayat Hang Tuah, diplomasi ala Bujok Melayu, hingga kisah di Turki sebagai penyebab Hikayat Hang Tuah lahir. Semua keunikan Hikayat Hang Tuah yang dihadirkan pengarang, diungkap secara terang-benderang oleh Irawan Djoko Nugroho sebagai satu-satunya peneliti yang mampu menangkap informasi yang paling tersamar, atau bahasa semu bupati-nya pengarang.
Dapatkan buku yang menghadirkan pemahaman baru mengenai Hikayat Hang Tuah ini, sekarang.*