Ada sebuah soal yang sangat menarik yang diberikan oleh sebuah universitas Malaysia kepada mahasiswanya. Soal itu adalah sebagai berikut. Dalam pensejarahan Malaysia, Sejarah Melayu karangan Tun Sri Lanang dianggap sebagai sumber pensejarahan yang penting. Apakah anda bersetuju dengan pernyataan ini dan berikan contoh-contoh yang menyokong pernyataan itu. Jawaban yang diberikan, ternyata 100 persen setuju.

Sementara itu kisah yang memuat kisah membahas periode yang kurang-lebih sama dengan ulasan Sejarah Melayu yaitu Hikayat Hang Tuah, tidak hanya para mahasiswa, para ahli Melayu Klasik pun bahkan secara kompak menganggapnya sebagai fiksyen. Henri Chambert-Loir (Henri Chambert-Loir 2011:24) mencatat beberapa alasannya. Pertama. Hikayat Hang Tuah mengandung adegan-adegan yang tidak masuk akal yang berakibat tidak mungkin digunakan sebagai sumber informasi tentang kejadian sebenarnya. Kedua. Kesultanan Malaka dalam Hikayat Hang Tuah dicatat secara terus menerus diperintah oleh ketiga orang yang sama, yaitu Sultan, Perdana Menteri dan Hang Tuah.  

Perbandingan Kisah Singapura

Semua justifikasi tersebut ternyata tidak sepenuhnya benar. Memang benar bila Hikayat Hang Tuah dicatat secara terus menerus diperintah oleh ketiga orang yang sama, yaitu Sultan, Perdana Menteri dan Hang Tuah. Namun kelemahan ini sesungguhnya dapat dipahami dari sisi maksud dan tujuan penghadiran kisah Hikayat Hang Tuah. Sementara dalam muatan isi, sesungguhnya kisah Hikayat Hang Tuah lebih memiliki kesesuaian dengan data sejarah lain.

Dalam kisah Singapura misalnya. Sejarah Melayu mencatat leluhur Melaka pernah menjadi Raja Singapura sebelum Singapura dikalahkan Majapahit. Para raja yang memerintah Singapura sebelum dikalahkan Majapahit adalah sebagai berikut.

Sang Nila Utama (Sěri Těri Buana, SS 3: 39), Paduka Sěri Pikrama Wira, (SS 4: 42), Sěri Rana Wira Kěrma, (SS 5: 46), Paduka Sěri Maharaja, (SS 6: 53), dan Raja Iskandar Shah, (SS 10: 70). Raja terakhir yaitu Raja Iskandar Shah, bahkan dikisahkan memerintah Singapura selama 30 tahun, sebelum memerintah Melaka selama 3 tahun (SS 11: 72).

Kisah tersebut ternyata tidak dicatat dalam Hikayat Hang Tuah. Kisah yang dipilih Hikayat Hang Tuah ini ternyata memiliki kesamaan dengan Catatan Tome Pires. Pada Catatan Tome Pires, leluhur Melaka tidak dikisahkan memerintah Singapura sebagaimana kisah Hikayat Hang Tuah.

Terkait kisah Singapura tersebut, ada satu hal menarik kala membandingkan informasi Sejarah Melayu dengan Nāgarakṛtāgama dan Hikayat Raja-Raja Pasai. Dalam Nāgarakṛtāgama 14.2, Singapura atau Tumasik (1) ternyata dicatat masuk ke dalam wilayah Majapahit. Namun demikian, Singapura tidak dicatat sebagai wilayah yang ditaklukkan Majapahit dalam Hikayat Raja-Raja Pasai. Pada Hikayat Raja-Raja Pasai, Bintan (2) dan Palembang dicatat sebagai negeri yang ditaklukkan Majapahit. (3) Penaklukkan Majapahit ke Bintan memungkinkan Raja Bintan meninggal sehingga Bintan tanpa raja sebagaimana kisah yang dikisahkan secara parallel dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah. (4) Informasi Nāgarakṛtāgama dan Hikayat Raja-Raja Pasai tersebut, kiranya memiliki hubungan erat dengan informasi Bentan dan Melaka yang dicatat dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah.

Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai selain Bintan dan Palembang yang dicatat sebagai wilayah yang ditaklukkan Majapahit, ia ternyata tidak mencatat keberadaan negeri Singapura dan Melaka. (5) Informasi ini seperti menunjukkan bila negeri Singapura dan Melaka belum berdiri kala penyerangan Majapahit ke Pasai yang diikuti dengan penyerangan ke seluruh Nusantara. Penyerangan Majapahit ke Pasai dicatat terjadi pada era Sultan Ahmad yang diperkirakan tahun 1360. (6)  Sementara itu Nāgarakṛtāgama dicatat ditulis pada tahun 1365. (7) Dengan demikian dapat dikatakan tak lama setelah berdiri yaitu ± 5 tahun, Tumasik menjadi wilayah Majapahit. Sementara itu Melaka pada tahun 1365 masih belum dikisahkan, sehingga dimungkinkan belum berdiri.

Karena itu menjadi tidak mungkin Singapura sebelum ditaklukkan Majapahit yang hanya berselang ± 5 tahun, diperintah 5 raja dengan raja terakhir dicatat memerintah selama 30 tahun sebagaimana informasi Sejarah Melayu. Dapat dikatakan bila leluhur Melaka yang memerintah dari Palembang ke Bentan lalu langsung ke Melaka sebagaimana informasi Hikayat Hang Tuah menjadi pensejarahan yang lebih penting daripada Sejarah Melayu.

Perbandingan Leluhur Melaka Pelarian Atau Bukan Pelarian

Baik Sejarah Melayu dan Catatan Tome Pires menyebutkan bila leluhur Melaka adalah keturunan raja pelarian. Bila Sejarah Melayu mencatat leluhur Melaka adalah Raja Singapura yang melarikan diri selepas Singapura ditaklukkan Majapahit, maka dalam Catatan Tome Pires dicatat leluhur Melaka adalah Raja Palembang yang melarikan diri selepas Palembang ditaklukkan Majapahit.

Uniknya, Hikayat Hang Tuah mencatat bila leluhur Melaka bukan seorang pelarian sebagimana klaim Sejarah Melayu dan Catatan Tome Pires. Dan bila kembali merujuk pada Hikayat Raja-Raja Pasai terkait penaklukan Majapahit atas Palembang, dicatat bila Raja Palembang tidak menjadi raja pelarian, karena disebut manunggal dengan Majapahit.   

A.H. Hill 1961:100. Hatta beberapa lama-nya ia di-laut, maka sampai-lah ia ka-Jambi dan ka-Palembang. Maka singgah-lah ia di-Jambi dan di-Palembang, maka kedua buah negeri itu pun menunggal dan berserah senjata, maka ta’alluq-lah kedua buah negeri itu ka-Majapahit.   

Istilah manunggal ini mirip dengan penaklukkan era Ekspedisi Pamalayu sebagaimana dicatat dalam Pararaton. Kidung Harsawijaya dan Kidung Ranggalawe. Di mana selepas penaklukkan, Raja Melayu dicatat tetap berkuasa atas negerinya dan bukan menjadi pelarian.   

Dari sini dapat dikatakan bila informasi Hikayat Hang Tuah menjadi pensejarahan yang lebih penting daripada Sejarah Melayu bahkan dengan Catatan Tome Pires.

Perbandingan Kekerabatan Raja Melaka Dengan Raja China

Hubungan antara Raja Melaka dengan Raja China yang diakhiri dengan pernikahan Puteri Raja China (Hang Li Po) dengan Raja Melaka Keempat yaitu Sultan Mansor Shah/Mansursa sebagaimana pemberitaan Sejarah Melayu ternyata juga dicatat dalam Catatan Tome Pires. Hanya saja Raja Melaka yang menikah dengan Puteri China adalah Chaquem Daraxa, Raja Melaka Kedua. Chaquem Daraxa atau Sultan Muhammad Syah bahkan dikisahkan pergi menghadap Raja China dan tinggal di China selama 3 tahun. Dengan Puteri China tersebut, mereka kemudian memiliki seorang putera bernama Rajapute dan menjadi nenek moyang dari Raja-Raja Pahang, Kampat dan Indragiri. Hanya saja kisah ini tidak dicatat dalam Sejarah Melayu.

Kedua kisah yang memiliki kemiripan tersebut ternyata tidak dikisahkan dalam Hikayat Hang Tuah. Dalam Hikayat Hang Tuah, hubungan Melaka-China tidak pernah terjadi secara langsung. Saat Hang Tuah ke benua China, ia dikisahkan hanya menjadi kepala utusan Keling.

Menariknya, informasi Sejarah Melayu dan Catatan Tome Pires ternyata sama-sama menghadirkan informasi yang tidak bersesuaian terkait era hubungan antara Raja China dengan Raja Melaka secara tepat. Informasi keduanya dapat dikatakan bahkan saling menafikan satu dengan lainnya. Apakah di era Chaquem Daraxa (Raja Melaka Kedua) menurut Tome Pires atau Sultan Mansor Shah (Raja Melaka Keempat) menurut Sejarah Melayu. Ketidaksesuaian tersebut ternyata malah semakin memperkuat informasi Hikayat Hang Tuah yang tidak menyebut adanya hubungan kekeluargaan antara Raja Melaka dengan Raja China. Jadi dapat disimpulkan bila Hikayat Hang Tuah ternyata menjadi pensejarahan yang lebih penting daripada Sejarah Melayu dan Catatan Tome Pires.  

Catatan

  1. Dalam Sulalatus Salatin Tumasik disebut dengan Těmasek. Maka titah Sang Nila Utama pada Indra Bupala, “Pěrgi-lah tuan hamba kěmbali, katakan kapada bonda, bahawa kami tiada-lah kěmbali; jikalau ada kaseh bonda akan kita, běri-lah kita ra’ayat dan gajah kuda, kita hěndak měmbuat něgěri di-Těmasek ini”, SS 3:39.
  2. Bintan adalah pulau terbesar di Kepulauan Riau. Hikayat Raja-Raja Pasai menulis pulau tersebut dengan Bintan sebagaimana yang digunakan pada saat ini, sementara dalam Hikayat Hang Tuah dan Sulalatus Salatin ditulis dengan Bentan. Namun demikian makna keduanya mengacu pada pulau yang sama.  
  3. Lihat A.H. Hill 1961:106-107.
  4. Hikayat Hang Tuah dan Sulalatus Salatin sama-sama mengisahkan Bentan kosong tanpa raja. Hanya saja terjadi perbedaan redaksi bila dalam Hikayat Hang Tuah – Sang Maniaka diminta dirajakan oleh orang besar dan orang kaya, dalam Sulalatus Salatin – Sang Nila Utama dikisahkan menikah dengan Puteri Raja Bentan. 
  5. Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai, Melaka dan Singapura tidak dicatat sebagai bagian yang ditaklukkan Majapahit. Lihat A.H. Hill 1961:106-107. Hal ini menunjukkan Melaka dan Singapura memang belum berdiri. Berikut daftar negara yang ditaklukkan Majapahit menurut Hikayat Raja-Raja Pasai. Negeri di Wilayah Barat: 1. Negeri Pasai.  2. Negeri Tembelan 3. Negeri Siontan. 4. Negeri Jemaja. 5. Negeri Bunguran. 6. Negeri Serasan. 7. Negeri Subi. 8. Negeri Pulau Laut. 9. Negeri Tioman. 10. Negeri Pulau Tinggi. 11. Negeri Pemanggil K.rimat. 12. Negeri Belitang. 13. Negeri Bangka. 14. Negeri Lingga. 15. Negeri Riau. 16. Negeri Bintan. 17. Negeri Bulong. 18. Negeri Sambas. 19. Negeri Mempauh. 20. Negeri Sukadana. 21. Negeri Kota Waringin. 22. Negeri Banjar Masin. 23. Negeri Pasir. 24. Negeri Kotai. 25. Negeri Berau. 26. Negeri Jambi. 27. Negeri Palembang. 28. Negeri Ujung Tanah. Negeri di Wilayah Timur: 1. Negeri Banda. 2. Negeri Bima. 3. Negeri Sembawa. 4. Negeri Silamprang. 5. Negeri Asiran. 6. Negeri K.r.tok. 7. Negeri Bali. 8. Negeri Balembangan. 
  6. Lihat A.H. Hill 1961:17.
  7. Nāg. 94.2.1: ring śākâdri gājary[y]amâswayujamāsa śubhadiwaśa pūrṇ[n]acandrama ‘Pada Śaka Gunung-Gajah-Matahari (1287 S/ 1365 M) dalam bulan September-Oktober (Aswayuj) pada hari baik pada bulan purnama.

Daftar Pustaka

Buku Baru Terbit. Irawan Djoko Nugroho, Kronogram Dalam Hikayat Hang Tuah. Analisa Struktur dan Kekerabatan Melaka Majapahit, Jakarta: PT. Merdeka Karya Bersama, 2022.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*
*