Perjalanan Hang Tuah ke Rom sebagaimana yang dicatat dalam BAB 25 dan 26 pada Hikayat Hang Tuah, Edisi Kasim Ahmad tidak dikisahkan di Sejarah Melayu. Perjalanan yang sedemikian penting karena terdapat Kronogram atau tahun kejadian yang dialami tokoh cerita yaitu tahun 886H/1481M, ternyata diabaikan di Sejarah Melayu.
Menjadi pertanyaan kemudian, mana yang benar. Apakah perjalanan Hang Tuah ke Rom ada sebagaimana catatan Hikayat Hang Tuah atau tidak ada sebagaimana catatan Sulalatus Salatin. Dan mengapa perjalanan Hang Tuah Ke Rom tidak dicatat di Sulalatus Salatin.
Inti Kisah Perjalanan Hang Tuah Ke Rom
Sebenarnya untuk membandingkan keduanya sesungguhnya tidak mudah. Hal ini karena keduanya memiliki alasan dan pendekatan yang berbeda. Namun demikian kisah Hang Tuah Di-utus Ka-Turki pada dasarnya mengisahkan bahwa Melaka pada tahun 1481 atau jauh sebelum Feringgi datang ke Melaka, telah mengenal meriam. Dalam Hikayat Hang Tuah, Melaka dicatat telah mengenal meriam bahkan lebih jauh dari hal tersebut. Saat melamar Puteri Majapahit, meriam telah di pasang di kapal-kapal Melaka, HHT V:97. Demi melindungi anak perempuannya yang memerintah, Raja Melaka juga dicatat mengirim Hang Tuah ke Rom guna membeli meriam guna membentengi istana, HHT XXV – HHT XXVI.
Berbeda dengan Hikayat Hang Tuah, Sulalatus Salatin mencatat Melaka belum mengenal meriam sebelum kedatangan Portugis ke Melaka. Melaka bahkan baru mengenal meriam kala diserang pertama kali oleh Portugis.
Maka segala orang Melaka pun terkejut mendengar bunyi meriam itu, kata-nya, “Apa bunyi itu seperti guroh”? Maka peluru meriam itu pun datang, mengenai segala orang Melaka, ada yang putus leher-nya, ada yang putus pinggang-nya, ada yang putus paha-nya, ada yang pechah kepala-nya, makin bertambah-tambah hairan-lah orang Melaka melihat peluru bedil itu, kata-nya, “Apa nama senjata bulat-bulat ini”? Mana tajam-nya, maka ia membunoh ini”? (SS XXII:248-249).
Dua penekanan ini yang kiranya dapat menjadi dasar untuk mengetahui ada dan tidaknya kebenaran perjalanan Hang Tuah ke Rom. Dengan kata lain, Hikayat Hang Tuah yang benar atau Sejarah Melayu yang benar.
Perbandingan Sejarah
Sangat menarik saat melakukan studi perbandingan teks, adanya dua informasi yang saling bertentangan tersebut ternyata mendapat titik terang. Terutama kala melihat teks Bujangga Manik. Teks yang berasal dari Sunda ini sekalipun tanpa angka tahun, namun menurut A Teeuw terjadi sebelum Melaka dikuasai Portugis. A. Teeuw sendiri memperkirakan bahwa kisah perjalanan Bujangga Manik berlangsung pada masa Kesultanan Malaka masih menguasai jalur perniagaan Nusantara, sebelum jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Lihat Hawe Setiawan dalam https://docplayer.info/44711627-Bujangga-manik-dan-studi-sunda-oleh-hawe-setiawan.html, hal. 4.
Dalam teks tersebut, Melaka dicatat telah mengenal meriam dan mempergunakannya dalam kapalnya.
Teks Bujangga Manik:
94 Itu parahu Malaka, Turun aing ti Pamalang, [ms. -ran]
95 tuluying nu(m)pang balayar. Bijil aing ti muhara, masang wedil tujuh kali, ing na goong brang na gangsa, seah na ge(n)dang sarunay,
Terjemahan
94 Itu kapal Malaka, Turun aku di Pamalang
95 lalu menumpang berlayar, Tiba aku di muara, bedil ditembakkan tujuh kali, gong ditabuh, simbal dibunyikan,, genderang dan gendang dimainkan,
Melalui informasi tersebut, bedil sebenarnya memang telah dikenal Melaka sebelum kedatangan Feringgi sesuai informasi Hikayat Hang Tuah. Dalam Hikayat Hang Tuah, kapal Melaka Mendam Berahi dicatat membunyikan bedil saat berangkat atau tiba di tempat tujuan.
Misalnya saja saat berangkat: Sa-telah sudah maka Mendam Berahi pun berlayar-lah. Maka bedil pun di-pasang orang-lah, HHT V:97. Dan saat berlabuh misalnya: Berapa lama-nya maka belayar itu maka sampai-lah ka-Majapahit, lalu berlaboh di-kuala. Maka bedil pun di-pasang orang-lah saperti berteh bunyi-nya, HHT V:97.
Ya Bedil Ya Meriam
Di dalam Hikayat Hang Tuah meriam disebut dengan istilah meriam, bedil meriam, atau bedil. Bedil atau běḍil sendiri adalah sebuah kata dari bahasa Jawa Kuna. Ia berarti bedil, senjata api (model kuna); senapan, dan sebagainya. Lihat P.J. Zoetmulder 1995:119. Kata běḍil digunakan dalam karya sastra Jawa Pertengahan khususnya Sastra Kidung sejarah dan bukan Sastra Kakawin. Ini menunjukkan bedil termasuk senjata temuan jenis baru yang tidak digunakan dalam perang-perang kuna.
Dalam Hikayat Hang Tuah, penggunaan istilah meriam misalnya: Maka kata seridadu itu, “Kami ini empat puloh nuah ghali, pada sa-buah ghali lima ratus orang-nyadan lima puloh meriam-nya, HHT XXIV: 430. Penggunaan istilah bedil meriam misalnya: Maka titah baginda, “Hai Bendahara dan Laksamana, apa bichara kita, kerana kita hendak mengutus ka-benua Rom, hendak beli bedil meriam itu, kerana anak kita yang laki-laki itu habis-lah sudah masing-masing dengan negeri-nya? HHT XXV:437.
Sementara itu penggunaan istilah bedil misalnya: Maka baginda pun terlalu sukachita menengar sembah Laksamana itu serta bertitah, “Baik-lah, Maharaja Setia kita titahkan pergi sama-sama dengan Laksamana enam belas orang pegawai yang muda-muda serta mengiringkan Laksamana. Bawa kelengkapan barang tiga empat puloh buah, kalau-kalau di-sampaikan Allah saperti kehendak hati kita beroleh bedil itu, akan tempat bermuat dia”, HHT XXV:458. Jangankan hendak membeli bedil, bertemu dengan raja atau mengkubumi-nya pun tiadakan di-peroleh, HHT XXV:437. Maka bedil itu pun di-bawa orang-lah ka-perahu lalu di-muat-nya masing-masing dengan layak-nya muatan perahu itu, kira-kira besar kechil-nya delapan ratus puchok bedil yang boleh di-beli benua Rom itu, HHT XXVI:474.
Versi Tome Pires
Informasi teks Bujangga Manik ternyata juga tidak sendirian. Tome Pires ternyata juga mencatat bahwa saat kedatangan Diego Lopes de Sequeira tiba Pelabuhan Melaka (kedatangan Portugal untuk pertama kalinya di Melaka), para pedagang memberi laporan bahwa Portugal sebagai perampok di laut dan di darat, sehingga meminta Melaka tidak menerima Portugal. Mereka kemudian dicatat meyakinkan bemdara supaya meminta raja menyediakan kapal induk yang bisa memuat banyak peluru (bombards), Tome Pires 2018:309.
Istilah banyak peluru (bombards) di sini adalah mengacu pada peluru meriam. Dengan kta lain informasi Tome Pires semakin menegaskan bila Melaka sesungguhnya memang telah mengenal bedil atau meriam sebelum kedatangan Feringgi.
Informasi Hikayat Hang Tuah Benar Sulalatus Salah
Dengan adanya dua hal tersebut maka dapat dikatakan bila sesungguhnya informasi Sulalatus Salatin yaitu Melaka belum mengenal meriam, kala Feringgi untuk pertama kalinya menyerang Melaka, menjadi tidak benar. Tun Sri Lanang selaku pengarang Sulalatus Salatin kiranya sengaja menyembunyikan informasi Melaka mengenal meriam sebelum kedatangan Feringgi. Dengan kata lain, kisah Hang Tuah Di-utus Ka-Turki bukan merupakan kisah tambahan terkemudian.
Kesengajaan dihapuskannya Hang Tuah Di-utus Ka-Turki oleh Tun Sri Lanang, tentu memiliki misi tertentu. Kemungkinan besar misi tersebut untuk mendelegitimasi peran Hang Tuah. Dengan kata lain Tun Sri Lanang sebenarnya tengah melakukan manipulasi sejarah.*
Sumber:
Buku Segera Terbit. Kronogram Dalam Hikayat Hang Tuah. Analisa Struktur dan Kekerabatan Melaka-Majapahit. Penulis: Irawan Djoko Nugroho.