Pengantar
Asal usul satai atau yang lebih dikenal dengan nama sate sangat beragam. Kata “sate” atau “satai” diduga berasal dari bahasa Tamil. Dan ia diciptakan bersama dengan banyaknya kedatangan pendatang dari Arab dan pendatang Muslim Tamil dan Gujarat dari India ke Indonesia, pada abad ke 19.
Selain itu kata sate juga diduga berasal dari istilah Minnan-Tionghoa sa tae bak (三疊肉) yang berarti tiga potong daging. Hanya saja teori tersebut telah diragukan karena secara tradisional sate terdiri atas empat potong daging, bukan tiga. Dan angka empat dianggap bukan angka yang membawa keberuntungan dalam kebudayaan Tionghoa.
Sate pun dianggap sebagai hidangan milik tradisi Thailand dan Malaysia. Terkait pendapat terakhir ini, pendapat Jennifer Brennan (1988) sangat menarik. Ia mengatakan jika: “Meskipun Thailand dan Malaysia menganggap hidangan ini adalah milik mereka, tanah air sate yang sesungguhnya di Asia Tenggara adalah Jawa, Indonesia. Di sini sate dikembangkan dari adaptasi kebab India yang dibawa oleh pedagang muslim ke Jawa. Bahkan India tak dapat mengakui sebagai asal mulanya karena hidangan ini merupakan pengaruh Timur Tengah.”
Satai Menurut Kajian Filologi
Banyaknya pendapat terkait asal usul satai atau sate sebagaimana keterangan diatas kiranya merupakan hipotesis tanpa alasan yang kuat. Dalam referensi makanan khas yang disajikan istana di Nusantara, terdapat informasi yang menarik tentang adanya informasi makanan satai. Dan waktu penyajian makanan itu pun ternyata masih mirip dengan waktu menjelang malam sebagaimana penjual sate keliling di Jawa buka.
Buku yang memuat informasi satai dan waktu penyajiannya itu adalah Kroniek van Koetai. Dalam Kroniek van Koetai dicatat sebagai berikut.
Setelah soedah masoeklah segala isi piringnja seperti satai gorėng asam dan panggang goeling opor bėbėk dan tjoetjoeh dan dėndėng kepoek dan dėndėng anggi dan sesatai dan sesatai kambit dan sesatai asam dan lodėh toemis-toemisan dan beberapa djenis masak-masakan dan minoem-minoeman seperti ganit djenėwer dan arak das dan arak api dan anas dan anggoer manis toeak manis dan legėn dan air teboe dan air njiour dan semangka dan doerian pisang dan roedjak beberapa djenisnja sekalijan itoe maka ditempati olėh loerah priaji diatas tetampan emas semoeanja …., (Constantinus Alting Mees, 1935: 206).
Dalam catatan Kroniek van Koetai di atas, berbagai makanan dan minuman yang disajikan di istana Majapahit pada malam hari (Setelah hari malam …, Constantinus Alting Mees, 1935: 205) dan yang diletakkan di atas nampan emas adalah sebagai berikut.
Lauk-pauk
- satai gorėng asam = satai goreng asam (?)
- panggang = (daging?) panggang
- goeling = (kambing, rusa, babi hutan?) guling
- opor = opor
- bėbėk = bebek
- tjoetjoeh = ?
- dėndėng kepoek = dendeng kepuk/dendeng gepuk
- dėndėng anggi = dendeng anggi ?
- sesatai = (berbagai jenis ?) satai
- sesatai kambit = (berbagai jenis?) satai kambing?
- sesatai asam = (berbagai jenis?) satai ayam?
Sayur-sayuran
- lodėh = sayur lodeh
- toemis-toemisan = berbagai jenis sayur tumis
Minuman
- ganit = ?
- djenėwer = sebangsa minuman keras
- arak das = sebangsa minuman keras
- arak api = sebangsa minuman keras
- anas = ?
- anggoer manis = anggur manis
- toeak manis = tuak manis
- legėn = legen
- air teboe = air tebu
- air njiour = air kelapa
Buah-buahan
- semangka = semangka
- doerian = durian
- pisang = pisang
- roedjak = rujak
Sangat menarik jika penghidangan nasi tidak diceritakan dalam menu hidangan. Hanya saja nasi disebut pada acara santap makan.
Adapoen sang ratoe santap dengan permaisoeri telah soedah santap nasi maka minoem poela diangkat oranglah kehadapan sang ratoe dan kehadapan Maharadja Soeltan telah demikian berlarih-larihan sang ratoe dengan Maharadja Soeltan …., (Constantinus Alting Mees, 1935: 206-207).
Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan jika nasi juga sebagai makanan yang dihidangkan pada malam hari. Namun ia kiranya bukan bagian dari menu lauk, sayur, minuman dan buah-buahan yang dikisahkan.
Sate, Sajian Dari Dapur Majapahit Untuk Dunia
Dari keterangan tersebut di diatas, maka dapat dikatakan jika pendapat Jennifer Brennan bahwa satai atau sate berasal dari Jawa telah tepat. Lebih tepat lagi adalah dari era Majapahit. Namun pendapat Jennifer Brennan yang mengatakan jika sate kemungkinan merupakan adaptasi kebab India, kiranya tidak tepat. Sate merupakan makanan asli Majapahit.
Dengan terdaftarnya sate sebagai peringkat ke-14 dalam World’s 50 most delicious foods (50 Hidangan Paling Lezat di Dunia) melalui jajak pendapat pembaca yang digelar oleh CNN Go pada 2011, sate dari dapur istana Majapahit menjadi salah satu makanan yang bertahan hingga kini. Keberadaannya yang populer di Nusantara dan Asia Tenggara serta wilayah lainnya tidak lepas dari pengaruh Majapahit ketika itu, yang memang memasukkan wilayah tersebut dalam wilayahnya.
Hidangan yang mirip sate antara lain yakitori dari Jepang, shish kebab dari Turki, shashlik dari Kaukasia, chuanr dari China, dan sosatie dari Afrika Selatan kiranya ada karena pengaruh Majapahit. Mengingat Majapahit kala itu mampu menaklukkan Monggolia dan membantai Kaisar Khubilai Khan. Sehingga rahasia dapur istana Majapahit diadopsi diantaranya oleh para duta negara-negara tersebut yang pernah datang ke Majapahit.
Sumber:
- Constantinus Alting Mees De Kroniek Van Koetai. Santpoort: N.V. Uitgeverij V/H C.A. Mees, 1935.
- Irawan Djoko Nugroho, Meluruskan Sejarah Majapahit, Yogyakarta: Ragam Media, 2010.
- Irawan Djoko Nugroho, Majapahit Peradaban Maritim, Jakarta: Yayasan Suluh Nuswantara Bakti,
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sate
- http://adikasi.blogspot.com/2010/06/asal-mula-sate.html