Banyak kritik atas Sistem Pendidikan Nasional yang diterapkan Indonesia saat ini. Dalam Seminar Pendidikan Nasional “Tantangan Kepemimpinan Nasional dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” beberapa waktu lalu misalnya, Sistem Pendidikan Nasional mendapat sorotan tajam.

Setidaknya ada 5 kritik atas sistem tersebut. Pertama Sistem Pendidikan Nasional gagal mengangkat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Kedua. Statistik pendidikan Indonesia masih terpaku dan naik secara lamban. Ketiga. Tata kelola pendidikan Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih jauh dari kata professional. Keempat. Sistem Pendidikan Nasional telah ketinggalan zaman dan kerap menjadi subordinasi dan permainan politik praktis jangka pendek penguasa dengan mengabaikan kepentingan nasional. Kelima. Sistem Pendidikan Nasional gagal dalam mewujudkan tujuan didirikan bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kritik Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPP PKS Fahmy Alaydroes dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman tersebut, seperti mendapat sambutan dari pemerintah. Pemerintah melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ainun Na-im salah satunya misalnya, kemudian mewacanakan perlunya tenaga pengajar (rektor) asing untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesia.

Menurut Ainun Na-im, tujuannya jelas. Kedatangan mereka, untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesia guna meningkatkan kualitas perguruan tinggi itu sehingga mampu bersaing secara internasional. Selain itu, agar lulusan perguruan tinggi di Indonesia dapat ikut melibatkan diri dalam berbagai kegiatan berskala internasional. 

Melihat Kembali Tujuan Pendidikan

Menurut Pembukaan UUD 1945, tujuan keberadaan Sistem Pendidikan Nasional sebenarnya bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebuah kritik atas kritik yang disampaikan oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman dalam Seminar Pendidikan Nasional “Tantangan Kepemimpinan Nasional dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Namun menghadirkan peserta didik yang mampu melaksanakan dan mewujudkan misi (4 tujuan negara) dan misi (Pancasila) serta seluruh tata nilai negara Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, tujuan Pendidikan Nasional dimaknai sebagai berikut. Pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan UU No 20 tahun 2003 tersebut, sesungguhnya mendowngrade tujuan besar Sistem Pendidikan Nasional. Dari tujuan besar yang seharusnya untuk menghadirkan tujuan kolektif bernegara menjadi tujuan individual yang sepertinya lepas dari ikut mewujudkan tujuan negara.

Tidak berlebihan bila kemudian respon pemerintah atas kritik Pendidikan Nasional menjadi lebih bersifat manajerial yang lepas dari konstitusi. Bila dilihat dari sisi Tujuan UU No 20 tahun 2003 saja, sesungguhnya wacana pengajar (rektor) asing untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesia sudah keliru. Hal ini karena pengajar (rektor) asing, sebelumnya tentu tidak mendapat pendidikan sesuai spesifikasi untuk menghadirkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional menurut UU No 20 tahun 2003. Lalu bagaimana keberadaannya juga diharapkan akan dapat mewujudkannya?

Bila untuk menghadirkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional menurut UU No 20 tahun 2003 saja tidak memenuhi spesifikasi, bagaimana ia dapat mewujudkan tujuan besar Sistem Pendidikan Nasional Indonesia yang ada. Melihat respon pemerintah atas pengkritiknya sesungguhnya menunjukkan bila pemerintah dalam melihat permasalahan pendidikan, tidak berbasis konstitusi.

Pengawas Pendidikan Yang Underlying Konstitusi

Memahami kurangnya pengetahuan terkait pendidikan yang berbasis konstitusi, maka diperlukan pada saat ini hadirnya pengawas pendidikan yang berbasis konstitusi. Sebuah pengawas pendidikan yang mendarmabaktikan agar tujuan besar konstitusi dapat terwujud pada tingkat pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional.

Pengawas tersebut, tentu bukan semata-mata berada dalam institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia namun juga harus dalam institusi yang lebih tinggi. Seperti misalnya, Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Komisi X DPR RI) yang memiliki lingkup tugas di bidang Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah. Dan dapat juga, DPD RI.

Tugas mereka adalah melihat pelaksanaan kebijakan terkait Sistem Pendidikan Nasional untuk ber-underlying konstitusi. Pendidikan Nasional yang kerap menjadi subordinasi dan permainan politik praktis jangka pendek penguasa dengan mengabaikan kepentingan nasional, atau kegagalan Sistem Pendidikan Nasional mengangkat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia sebagaimana misalnya, akan dapat dijembatani.

Begitu dapat hadir Pengawas Pendidikan Yang Underlying Konstitusi, maka pelaksanaan kebijakan terkait Sistem Pendidikan Nasional akan dapat berjalan sesuai relnya.*     

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*
*