Menurut KBBI, celurit berarti sabit yang bentuknya melengkung setengah lingkaran. Sementara itu sabit berarti: 1. Alat untuk memotong rumput, padi, dan sebagainya, berupa pisau bergagang, bentuknya melengkung; arit. 2. Bentuk lengkung menyerupai sabit. Adapun arit berarti: 1. Pisau bergagang yang bentuknya melengkung, dipakai untuk memotong rumput, padi, dan sebagainya; sabit. 2. Pisau penyadap.
Sementara itu dalam Bausastra Jawa, celurit atau clurit merupakan basa Krama Ngoko yang berarti bangsané arit sing mbengkeluk dawa (gamané wong Madura), (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2019:116). Sementara itu arit merupakan basa Krama Ngoko yang berarti piranti gawéan pandhé, wujudé nyanthuk, landhepé ing canthukan sisih ngisor kanggo mbebacok (nenegor, golèk suket, lsp), (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2019:27).
Dalam sejarahnya, celurit dicatat mulai terkenal pada abad ke-18 tepatnya saat terjadi peristiwa yang melibatkan Sakera, salah satu pejuang pra-kemerdekaan. Kala itu, Sakera yang merupakan mandor tebu menentang ketidakadilan Pemerintah Kolonial Belanda. Merasa kesal dengan tingkah Sakera, pihak Belanda menyewa jagoan-jagoan dari kaum Blater Madura untuk menghadapi sang mandor. Namun, tidak ada satu pun yang mampu mengalahkan Sakera yang saat itu menggunakan celurit sebagai senjata untuk mempertahankan diri. Sejak saat itu, celurit pun menjadi simbol perlawanan rakyat jelata terhadap kesewenang-wenangan para penjajah.
Dalam perkembangannya saat ini, celurit setidaknya memiliki 10 jenis. Reseh-reseh, Terongan, Anyi-anyi, Sawitan, Dupak, Bulu ayeman, Takabuan, Dheng Oshogen, Sringinan, dan Hiasan, (Syaiful Anam, 2017:54-55). Semua jenis celurit tersebut memiliki jenis masing-masing. Berikut perbedaan jenis celurit menurut penelitian Syaiful Anam.
Perbedaan Jenis Celurit
Jenis | Bentuk | Bilah | Lengkung | Gagang | Lebar Bilah |
Reseh-reseh | Sangat besar | Seperti tangan belalang | Tidak terlalu tajam pada titik tengah lengkung | Panjang dan besar | Sangat lebar |
Terongan | Besar | Mirip terong pada bagian atas dan kecil di bagian bawah | Sangat tajam pada titik tengah lengkung | Panjang dan ring lebih pendek | Lebar bagian atas |
Anyi-anyi | Kecil | Pangkal bilah bulat tidak pipih | Titik tengah lengkung sedikit melengkung ke bawah | Pendek dan ring bulat | Lebih tipis |
Sawitan | Besar | Seperti pedang melengkung | Tidak terlalu melengkung cenderung lurus | Pendek dan ring bulat besar | Tipis |
Dupak | Besar | Ujung bilah seperti paruh burung elang | Tidak terlalu tajam tetapi bagian atas bilah seperti tangan belalang | Panjang dan ring lebih pendek | Lebar bagian atas |
Bulu ayeman | Besar | Mirip dengan bulu ayam | Lengkungan seperti bulan sabit | Panjang dan ring menyatu | Lebih tipis |
Takabuan | Besar | Bulan Sabit | Lengkungan tajam pada bagian atas bukan bagian tengah | Pendek dan ring menyatu | Lebih lebar |
Dheng Oshogen | Sangat besar | Bulan Sabit | Kurang tajam pada bagian tengah | Pendek dan ring menyatu | Lebih lebar |
Sringinan | Besar | Bulan Sabit | Lengkungan tajam pada bagian atas bukan bagian tengah | Pendek dan ring menyatu | Lebih tipis dari bulu ajeman |
Hiasan | Besar | Tumpul dan terdapat tulisan | Tergantung | Tergantung | Tergantung |
Sementara itu berdasar informasi Nabila Meidy Sugita (Nabila Meidy Sugita, detikJatim, Selasa, 31 Okt 2023 15:00 WIB), jenis celurit yang biasa digunakan masyarakat Madura ada 7. Berbagai jenis celurit ini tak terlepas dari faktor budaya, struktur sosial, kondisi perekonomian, agama, dan pendidikan yang melekat pada masyarakat Madura. Ketujuh jenis celurit tersebut adalah sebagai berikut.
Tujuh Jenis Celurit Yang Biasa Digunakan Masyarakat Madura
Jenis Celurit | Bentuk |
Celurit Are’ Takabuwan | Jenis celurit ini biasa digunakan untuk carok. Carok di sini merujuk pada perkelahian yang dipicu kemarahan seseorang yang merasa dipermalukan atau dilecehkan. Celurit ini memiliki bilah yang sangat tajam |
Celurit Are’ Dhang Osok | Jenis celurit ini membentuk seperti buah pisang, karenanya disebut dengan dhang/gedhang atau pisang. Celurit are’ dhang osok digunakan untuk alat pertahanan diri. Celurit ini biasanya diletakkan di dalam rumah dan tidak dibawa bepergian |
Celurit Tekos Bu-Ambu | Bentuk celurit ini menyerupai tikus yang sedang diam. Hal ini yang melatarbelakangi penamaan celurit tekos bu-ambu |
Celurit Are’ Bulu Ajem | Bulu ajem ini diistilahkan sebagai bulu ayam atau lancor ayam. Istilah lainnya yakni celurit wulu pitik atau celurit bulu ayam |
Celurit Are’ lancor dan Calo’ kodi | Celurit yang memiliki gagang yang sangat panjang |
Celurit Are’ tane atau sabit | Bentuk bilahnya menyerupai bulan sabit dan biasanya digunakan untuk alat pertanian |
Celurit Bendho, Calo’ Bhirang atau Biris | Jenis celurit ini menyerupai pisau besi (parang) yang sebagian ujungnya kecil melengkung. |
A. Celurit Dalam Catatan Sumber Arkeologis
Kisah celurit mulai terkenal pada abad ke-18 saat terjadi peristiwa yang melibatkan Sakera, seperti menjadi induk sejarah celurit pada saat ini. ‘Celurit’ dalam artian pisau bergagang berbentuk melengkung dicatat dilukiskan dalam banyak relief candi di Jawa. Ia dicatat menjadi bagian dari senjata genggam. ‘Celurit’ bahkan menjadi bagian dari senjata utama disamping pedang yang dibawa para pangalasan ‘penjaga kerajaan atau tentara’ pada waktu itu.
Gambar ‘Celurit’ dan Pedang yang Dipegang Sekelompok Pangalasan
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (Avadana-Level-1-Original-00162)
‘Celurit’ yang digambarkan pada relief berbagai candi yang ada ternyata memiliki banyak bentuk. Namun demikian, bentuk utama ‘celurit’ tersebut memiliki bilah yang lebar serta tebal. ‘Celurit’ pada gambar relief yang sekalipun telah rusak tersebut, kiranya masih dapat dikenali terutama yang paling kiri. ‘Celurit’ itu bentuknya tampak menganga.
Dalam relief lain, dilukiskan juga sebuah gambar ‘celurit’ dengan bentuk yang lebih khas. Senjata yang melengkung seperti ‘celurit’ namun ujung lancipnya tidak mengarah ke depan seperti ‘celurit’ atau arit pada umumnya namun mengarah ke belakang seperti pedang.
Gambar ‘Celurit’ dengan Ujung Lancip Mengarah ke Belakang
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (013e-Guards-Thumb)
Gambar ‘Celurit’ dengan Ujung Lancip Mengarah ke Belakang Saat Digunakan dalam Tarian Perang
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (Karmavibhanga-Original-00004)
‘Celurit’ dengan ujung lancip mengarah ke belakang tersebut ternyata mempunyai kesamaan dengan senjata yang disebut Monteng yang digunakan Sakerah dalam perjuangannya. Hal in karena menurut Ketua Forum Pamong Kebudayaan Jawa Timur Ki Bagong Sabdo Sinukarta, senjata Pak Sakera adalah monteng dan bukan celurit, (Muhajir Arifin, detikJatim, Jumat, 23 Sep 2022 10:26 WIB).
Gambar Monteng dan Celurit
Sumber gambar: kimtamanwisatatretes.blogspot.com
Monteng dicatat disebut juga dengan kudi, (Aris Kurniawan, 2014:33). Kudi atau tepatnya kuḍi sebenarnya merupakan bahasa Jawa Kuna yang berarti sejenis pemotong, parang, golok, (Zoetmulder, 1995:526). Sebagai kata bahasa Jawa Kuna, maka maka kuḍi merupakan senjata asli Jawa Kuna. Hanya saja, Zoetmulder dicatat tidak memberi penjelasan terkait bentuk pastinya.
Istilah kudi juga dikenal dalam Bausastra Jawa. Kudi atau disebut kudhi merupakan basa Krama Ngoko yang berarti 1. bangsané arit ing tengah nganggo blendhuk mèmper pethèl; 2. (Dhialèk) panggonan nggawé bekakas saka lemah, (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2019:401).
Mengingat monteng disebut juga dengan kudi, yaitu sebagai senjata seperti celurit namun ujung lancipnya mengarah ke belakang, maka senjata kuḍi Jawa Kuna kini menjadi teridentifikasi. Ia adalah senjata sebagaimana yang digambarkan dalam relief Borobudur di atas yaitu sejenis pemotong, parang, atau golok yang awalnya memiliki lengkungan mirip sabit atau celurit namun pada bagian ujung tajamnya mengarah ke belakang.
Dengan adanya identifikasi bentuk kuḍi, maka istilah ‘celurit’ dalam tradisi Jawa Kuna kiranya memiliki istilah tersendiri. Jika melihat batasan pengertian yang ada, yaitu celurit adalah senjata melengkung yang ujungnya mengarah ke depan. Hal ini karena senjata melengkung yang ujungnya mengarah ke belakang selain kuḍi juga ada dan biasa disebut dengan pedang.
Gambar Pedang yang Memiliki Ujung Bercabang dan Berbentuk Melengkung dengan Pegangan Panjang
Asal gambar: Relief Candi Sukuh
Sumber gambar: photodharma.net (032-Characters-at-Farm-House-Thumb)
B. Variasi Bentuk ‘Celurit’ Berdasar Sumber Relief
Dalam relief, banyak ‘celurit’ yang dilukiskan bentuknya tampak menganga dan tidak menunduk seperti bulan sabit. Sekalipun demikian, terdapat juga ‘celurit’ yang menunduk seperti bulan sabit. Berikut variasi ‘celurit’ menurut beberapa relief candi di Jawa.
1.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (Avadana-Level-1-Original-00162)
2.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (Avadana-Level-1-Original-00138)
3.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (Avadana-Level-1-Original-00064)
4.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Prambanan Candi Siwa
Sumber gambar: photodharma.net (B-24b-Rama-on-Lankas-Shore-Thumb)
5.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Borobudur
Sumber gambar: photodharma.net (Lalitavistara 013h-Musicians-and-Courtiers-Thumb)
6.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Penataran
Sumber gambar: photodharma.net (175-Rawanas-Army-Thumb)
7.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Penataran
Sumber gambar: photodharma.net (117-Bhutas-threaten-Hanuman-Thumb)
8.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Penataran
Sumber gambar: photodharma.net (127-Hanuman-hits-Bhutas-with-Tree-Trunk-Thumb)
9.‘Celurit’ dengan Bentuk Tampak Menganga
Asal gambar: Relief Candi Jago
Sumber gambar: photodharma.net (095-Angling-Dharma-Story-Original)
10.‘Celurit’ dengan Bentuk Menunduk Seperti Bulan Sabit
Asal gambar: Relief Penataran
Sumber gambar: photodharma.net (126-The-Battle-Begins-Thumb)
11.‘Celurit’ dengan Bentuk Menunduk Seperti Bulan Sabit
Asal gambar: Relief Penataran
Sumber gambar: photodharma.net (118-Hanuman-attacked-by-Bhutas-Thumb)
C. Perbandingan ‘Celurit’ Relief dengan Celurit Madura
Celurit Madura secara umum digambarkan memiliki dua bentuk. Bentuk yang agak menganga, dan bentuk yang lebih menunduk, atau bentuk seperti bentuk kembang turi dan wulu pitik. Lihat gambar berikut ini.
Gambar Bentuk Celurit Madura
Sumber gambar: id.pinterest.com
Bentuk yang agak menganga tersebut memiliki beberapa varian. Misalnya, celurit jenis dengsabeh, tekabeh dan lancor. Sementara itu yang menyerupai wulu pitik disebut dengan Celurit Are’ Bulu Ajem.
Bila kemudian antara ‘celurit’ yang dilukiskan di relief diperbandingkan dengan celurit Madura, maka akan tampak sebagai berikut.
i. ‘Celurit’ di gambar relief 1-9 lebih mirip dengan celurit kembang turi Madura. Hal ini karena bentuk ‘celurit’ di relief tampak menganga dari yang menunduk.
ii. ‘Celurit’ di gambar relief 10-11 menyerupai gambaran celurit wulu pitik karena bentuk ‘celurit’ tampak menunduk.
iii. ‘Celurit’ di gambar relief 2 sampai 5 yaitu yang bersumber pada gambar Relief Borobudur Avadana dan Lalitavistara serta Relief Prambanan Candi Siwa, tampak merupakan celurit panjang dibanding gambaran ‘celurit’ lain. Hal ini karena ia tampak setinggi badan hingga kepala pria dewasa.
iv. ‘Celurit’ di gambar relief 1-7 dan 9 serta 10 tampak mempunyai sisi tajam, hanya di bagian lekukan dalam semata. Hal ini karena ‘celurit’ bagian luar tampak dapat disandarkan di bahu pemiliknya, sehingga menandakan sisi tersebut merupakan sisi tumpul. Hal mana seperti celurit Madura pada saat ini.
v. Pegangan ‘celurit’ yang digambarkan di relief memiliki banyak variasi. Namun yang utama ada yang sama dengan pegangan tangan atau pendek (gambar1-8 dan 10) serta ada yang melebihi pegangan tangan atau panjang (gambar 9 dan 11).
vi. Bilah besi ‘celurit’ yang digambarkan di relief dengan pegangannya, digambarkan tampak ada dua variasi. Pertama. Langsung lebar semenjak di atas dipegangan. Kedua. Menyempit kemudian baru melebar seperti celurit Madura pada saat ini, sebagaimana misalnya pada gamber relief 2.
D. Celurit Sebagai Senjata Manusia
Dalam pelukisan arca para dewa di Jawa, uniknya ‘celurit’ tidak dicatat digunakan para dewa. Para dewa dilukiskan menggunakan pedang, panah, atau gada sebagai senjata yang biasa dilukiskan dalam perang manusia pada penggambaran candi di Jawa. Misalnya adalah sebagai berikut.
Gambar Arca Durga Mahisasuramardini, Ngupit, Central Java, 8-9th Century
Sumber gambar: commons.wikimedia.org
Pada arca Durga Mahisasuramardini tersebut di atas, Dewi Durga dicatat diantaranya memegang cakra, pedang, anak panah di tangan kanan dan belati dan busur di tangan kiri. Sementara itu dewa yang berada di samping leher lembu, tampak membawa perisai dan parang.
Gambar Arca Harihara Simping
Sumber gambar: anangpaser.wordpress.com
Pada arca Harihara Simping di atas, sang dewa yang dianggap sebagai perwujudan Siwa dan Wisnu, dilukiskan mengenakan sepatu dan pada salah satu tangan kirinya bersandar pada gada.
Dari hal tersebut, mungkinkah di Jawa celurit memang tidak digunakan para dewa? Bila melihat penggambaran penggunaan ‘celurit’ di dalam peperangan simbolisasi antara kebaikan dan keburukan, maka tampak ‘celurit’ digambarkan digunakan oleh para raksasa saat melawan Rama dan pasukannya, sebagaimana yang dilukiskan dalam relief Penataran. Dengan simbolisasi tersebut, dapatkah kemudian disimpulkan bahwa ‘celurit’ sesungguhnya merupakan senjata yang digunakan oleh sepasukan tentara yang mempunyai sikap dan tindakan yang brutal dan tidak takut mati pada masa lalu? Di mana, tentu tidak akan dilakukan oleh para dewa. Kesimpulan tersebut bisa saja merupakan sebuah subyektifitas, namun demikian kiranya dapat menjadi sedikit panduan mengenai celurit dan penggunanya.
E. Celurit Dalam Catatan Sumber Filologis
Istilah ‘celurit’ uniknya tidak dikenal dalam kosa kata Jawa Kuna. Demikian pula kata arit atau sabit. Arit sekalipun merupakan bahasa Jawa Kuna, namun ia merupakan bentuk dasar dan tidak mengacu pada kata benda yang berarti sabit. Dalam bahasa Jawa Kuna hanya dikenal kata angarit, inarit, kārit yang berarti memotong, memutuskan, dan mengarit. Selain itu juga pangarit-aritan yang berarti tempat mengarit. Misalnya, Par 21.2: wontěn ing kubon alas pangarit-aritan alalang, (Zoetmulder, 1995:63).
Mengingat kata angarit ‘mengarit’ dan pangarit-aritan ‘tempat mengarit’ serta bentuk ‘celurit’ dikenal dalam relief, maka seharusnya kata ‘alat untuk angarit’ atau ‘celurit’ dikenal dalam kosa kata bahasa Jawa Kuna. Sayangnya banyak senjata dalam kosa kata Jawa Kuna yang hingga kini belum terindikasi. Hal ini karena belum ada penelitian kesetaraan nama senjata dan bentuknya dalam relief secara menyeluruh. Selain kuḍi yang telah teridentifikasi bentuknya, masih banyak kata Jawa Kuna yang merujuk pada sebuah senjata hingga kini belum teridentifikasi secara pasti bentuknya. Misalnya saja adalah senjata yang disebut dengan gaṇḍi atau gaṇḍil. Ia dicatat hanya diterjemahkan dengan istilah sejenis senjata (Zoetmulder, 1995:272). Realitas bentuk senjata yang dimaksud sebagai gaṇḍi atau gaṇḍil, masih misteri.
Karena itu, apa sesungguhnya nama senjata yang dilukiskan dalam relief yang mirip celurit dalam istilah Jawa Kuna? Untuk mencarinya tentu bukan merupakan hal mudah. Namun mengingat gambaran ‘celurit’ terdapat di relief Borobudur, Prambanan, Jago, dan Penataran, maka untuk mencarinya diperlukan sumber filologis terkaitnya. Karena sumber filologis Jawa Kuna terkait kisah yang ditorehkan di relief Borobudur belum ditemukan, maka digunakan akan sumber filologis Jawa Kuna lainnya.
Dari semua gambar relief tentang ‘celurit’ yang ada, relief Penataran dicatat memiliki gambar paling banyak. Relief yang menggambarkan ‘celurit’ tersebut secara umum berisi kisah tentang Ramayana. Kisah Ramayana sepertinya identik dengan gambaran ‘celurit’, mengingat relief Prambanan yang mengisahkan Ramayana juga menggambarkan adanya ‘celurit’. Karena itu ‘celurit’ secara filologis akan dicari melalui teks Ramayana Jawa Kuna.
Dari banyak senjata yang dicatat dalam kakawin Ramayana, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
RY.5.1 : karatala kadga cakra winawa nya ya tulya kilat (Soewito Santosa, 1980:105)
RY.8.35 : amutěr krětāla hana ḍaṇḍa gadā (Soewito Santosa, 1980:208)
RY.19.15 : sāmbut kontar nya lāwan karatala piněniṅ śūla lèn candrahāsa (Soewito Santosa, 1980:451)
RY.21.201: kantar tan kāri lawan kěratala ya tělas muṅgwiṅ karatala (Soewito Santosa, 1980:547)
RY.23.16 : Triśirah saroṣa maṅusir yaśāmutěrakěn krětāla makilat, (Soewito Santosa, 1980:589)
RY.23.41 : tuluy i Prajaṅgha tiněwěk nirèṅ karatalé kiwān kawělělö, (Soewito Santosa, 1980:596)
Dari informasi tersebut terdapat informasi yang menarik. Tepatnya pada informasi RY.8.35 dan RY.23.16. Pertama, senjata-senjata tersebut merupakan pegangan pasukan Rahwana. Kedua, krětāla sebagai senjata yang saat digunakan untuk perang dilakukan dengan diputar. Ketiga, krětāla dilukiskan makilat atau berkilat. Ini menunjukkan jika logam krětāla bukan berwarna hitam atau gelap dan memiliki pamor namun seperti warna stainless steel yang berkilat saat terkena cahaya. Informasi ke-2 dan ke-3 tersebut menunjukkan krětāla seperti merujuk pada senjata celurit seperti saat ini. Di mana dalam seni pencak silat, celurit saat digunakan diantaranya dengan cara diputar sebelum dipukulkan ke pihak lawan. Selain itu, celurit juga umumnya memiliki warna stainless steel yang berkilat saat terkena cahaya. Namun mungkinkah krětāla adalah celurit?
Dalam kamus Jawa Kuna, krětāla merupakan bagian dari bahasa Jawa Kuna yang berarti jenis senjata yang khas (tajam dan panjang, untuk menusuk atau memotong), (Zoetmulder, 1995:518). Dengan demikian krětāla merupakan senjata asli Jawa Kuna. Dan seperti gaṇḍi atau gaṇḍil, realitas bentuk krětāla belum diketahui.
Dalam Bausastra Jawa, krětāla yang disebut kretala merupakan basa klasik (Kawi, Sansekerta, basa rinengga) yang berarti arané gegaman, (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2019:394). Bausastra Jawa tidak memberi penjelasan terkait senjata yang dimaksud.
Bila melihat pelukisan ‘celurit’ dalam relief Penataran dan Prambanan dapat dikatakan memiliki perbedaan. Pada relief Penataran semua ‘celurit’ dicatat dibawa dan digunakan oleh para raksasa dari pasukan Rahwana. Namun dalam Prambanan terdapat keunikan, di mana satu-satunya ‘celurit’ yang dilukiskan, dicatat dibawa pasukan Rama.
Gambar salah satu pasukan Rama membawa ‘celurit’
Asal gambar: Relief Prambanan Candi Siwa
Sumber gambar: photodharma.net (B-24b-Rama-on-Lankas-Shore-Thumb)
Saat gambar tersebut dibandingkan dengan teks sesuai kisah RY.23.16 (Soewito Santosa, 1980:589), maka ternyata ada titik temu antara keduanya.
RY.23.16 dicatat berbunyi sebagai berikut.
Mwaṅ amaṅ nya Matta mati dé niraṅ Śarabha tan pasāra ginadā,
kalawan nikaṅ Samaramatta Nīla umipis rikaṅ gunuṅ agöṅ,
Triśirah saroṣa maṅusir yaśāmutěrakěn krětāla makilat,
kawěnaṅ pwa pinraṅ i těwěk nya dé saṅ Anilātmajénalihakěn.
Terjemahan:
Juga penjaganya Matta terbunuh dengan mudah dipukul gadā oleh Śarabha,
bersama dengan Samaramatta dihancurkan oleh Nīla dengan gunung besar,
Triśirāh menyerang dengan ganas memutar krětāla berkilat,
Itu direbut oleh Anilātmaja dan Triśirāh terbunuh oleh senjatanya sendiri. (1)
Kisah RY.23.16 tersebut secara garis besar mengisahkan Nīla atau Anilātmaja dicatat berhasil merampas senjata krětāla milik Triśirāh dengan membunuh Triśirāh dengan senjatanya tersebut. Soewito Santosa di sini dicatat menterjemahkan krětāla dengan sword ‘pedang’. Sayangnya ia tidak memberi penjelasan terkait bentuk pedang yang dimaksud. Apakah maksudnya krětāla sama dengan pěḍang atau těwěk atau kadga yang terjemahannya juga sama-sama berarti pedang, atau berbeda bentuknya?
Dengan melihat kisah RY.23.16 tersebut di atas dan kala diperbandingkan dengan kisah relief Prambanan, maka dapat dikatakan jika perelief Prambanan yang melukiskan kera dari pasukan Rama tengah membawa ‘celurit’ ternyata selaras dengan kisah kakawin Rāmāyana. Relief yang digambarkan di Prambanan sesungguhnya sebagai penggambaran Nīla atau Anilātmaja membawa senjata krětāla milik Triśirāh setelah berhasil merampasnya dan membunuhnya. Di sini, perelief Prambanan tampak mendasarkan kisahnya pada kisah kakawin Rāmāyana.
Sosok Nīla atau Anilātmaja yang dilukiskan berbeda dengan gambaran kera lain pada umumnya dilihat dari ragam seni rambut dan hiasan celana sesungguhnya dapat dipahami. Nīla bukan prajurit kera biasa. Ia merupakan patih di negara Guwakiskendha saat Sugriwa menjadi raja. Anila juga dicatat menjadi Senopati perang kerajaan Pancawati saat menyerbu Alengka.
Gambar utuh Rama, Laksmana dan Nīla yang tengah membawa Krětāla
Asal gambar: Relief Prambanan Candi Siwa
Sumber gambar: photodharma.net (B-24b-Rama-on-Lankas-Shore-Thumb)
Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan jika ‘celurit‘ yang digambarkan dalam relief Prambanan dan Penataran tidak lain sebagai krětāla. Dengan demikian krětāla tidak lain adalah istilah celurit dalam tradisi Jawa Kuna.
F. Celurit Sakera Dan Krětāla
Dengan diketahuinya celurit yang tidak lain adalah krětāla atau senjata asli dalam sejarah Jawa Kuna menurut kajian arkeologis dan filologis, maka Sakera atau Sadiman atau Sagiman sebagai sosok yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan Belanda dengan celurit sebagai senjata, dapat dikatakan merupakan sosok yang mempopulerkan kembali celurit sebagai sebuah senjata pembunuh. Senjata yang awalnya memang digunakan untuk membunuh.
Senjata yang digambarkan dalam kakawin Ramayana sebagai senjata milik Triśirāh. Senjata yang digambarkan dalam relief Penataran sebagai senjata yang digunakan oleh sepasukan tentara raksasa yang mempunyai sikap dan tindakan yang brutal dan tidak takut mati pada masa lalu. Dan kala ia digunakan kembali oleh Sakera, Sakera menggunakannya dengan spirit yang sama. Hal ini karena ia berani secara sendirian menghadapi kebijakan Belanda.
Kala Ketua Forum Pamong Kebudayaan Jawa Timur Ki Bagong Sabdo Sinukarta mengungkapkan senjata Pak Sakera adalah monteng dan bukan celurit, maka monteng atau kuḍi pun juga merupakan senjata asli Jawa Kuna. Baik celurit (krětāla) maupun monteng atau kudi (kuḍi), keduanya merupakan senjata asli Jawa Kuna yang juga dicatat digunakan oleh para pasukan Jawa Kuna pada masa lalu.*
Catatan :
(1). Soewito Santosa dicatat menterjemahkannya sebagai berikut.
His guardian Matta was killed easily clubbed by Śarabha,
and Samaramatta was smashed by Nīla with a huge rock,
Forcefully Triśirāh attacked with a sword spinning his hand,
It was snatched by Anilātmaja and Triśirāh was killed by his own sword, (Soewito Santosa, 1980:589).
Penulis : Irawan Djoko Nugroho
Disosialisasikan kembali dari CoreNews.id. 28 Februari 2024, jam: 04.10
Pustaka
Irawan Djoko Nugroho, Meluruskan Sejarah Majapahit, Yogyakarta: Ragam Media, 2010.
Irawan Djoko Nugroho, Majapahit Peradaban Maritim, Jakarta: Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, 2011.
Rekna Indriyani, Atribut dan Senjata Durga Mahisasuramardini dalam Nuansa Batik Tradisional Kain Panjang Penciptaan, Skripsi, Jurusan Kriya Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2019.
Soewito Santoso, Indonesian Rāmāyana Vol. 1-3, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore and the International Academy of Indian Culture, New Delhi, 1980.
Syaiful Anam, Identifikasi Jenis Celurit Berdasarkan Deteksi Tepi Sobel Menggunakan Image Processing dan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Backpropagation, Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2017.
Tim Balai Bahasa Yogyakarta, Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa), PT Kanisius, Yogyakarta, 2019.
Zoetmulder, P.J. Kamus Jawa Kuno-Indonesia. Vol. I-II. Terjemahan Darusuprapto-Sumarti Suprayitno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Sumber Website
http://kimtamanwisatatretes.blogspot.com/2017/02/monteng-senjata-khas-peninggalan-pak.html