Buddha Gautama atau  Siddhārtha Gautama merupakan putra Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya. Dalam bahasa Pali, Siddhārtha Gautama berarti “keturunan Gotama yang tujuannya tercapai”.

Buddha Gautama dilahirkan pada bulan purnama penuh di bulan Vesak (antara bulan Mei dan Juni) di sebuah hutan pohon Sala (shorea robusta) taman bernama Lumbini di Kapilavatthu, India Utara (sekarang Nepal) pada sekitar abad ke-6 S.M. Kurang lebih tahun 623 S.M. Jika didasarkan pada penanggalan “sejarah” adalah tahun 563 S.M.

Ibu Buddha Gautama

Ibu Buddha Gautama yaitu Ratu Mahamaya dikisahkan berasal dari dinasti yang berbeda dengan Raja Suddhodana. Jika Raja Suddhodana berasal dari dinasti Sakya, maka ibunya berasal dari dinasti Koliya. Kedua dinasti itu dikisahkan berasal dari kerajaan yang berbeda.

Menurut Alexander Berzin, ayah Siddhattha yaitu Suddhodana (Skt. Shuddhodana), bukanlah seorang raja, seperti yang digambarkan pada kepustakaan Buddha selanjutnya. Alih-alih, ia merupakan seorang bangsawan dari marga Gotama, yang kemungkinan menjabat sebagai seorang adipati di Sakiya. Kitab Pali tidak mencatat nama ibunya; namun sumber-sumber berbahasa Sanskerta kemudian menyebutnya sebagai Maya-devi. Lihat Alexander Berzin, Kisah Hidup Buddha Seperti Dirangkai dari Kitab Pali, Agustus 2010, (Lihat: http://www.berzinarchives.com/web/id/archives/approaching_buddhism/teachers/lineage_masters/life_buddha_pali_canon.html.)

Menjadi pertanyaan kemudian, dimana letak kerajaan dari dinasti Koliya?

Ibu Buddha Gautama Berdasar Sejarah Dinasti Liang 

Dalam catatan Sejarah Dinasti Liang (502-557) dikisahkan tentang kerajaan Poli (Pantai Utara Sumatera). Kerajaan Poli kini kira-kira menjadi bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara. Kisah itu adalah sebagai berikut. “Nama keluarga raja adalah Kâundinya dan dia tidak pernah berhubungan dengan Tiongkok. Jika ditanya mengenai pendahulunya atau usianya tidak ada yang mengetahuinya. Mereka hanya mengatakan permaisuri Suddhôdana berasal dari negaranya,” (Lihat, W.P. Groeneveldt, Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, Jakarta, Komunitas Bambu, 2009: 113).

Dalam catatannya W.P. Goeneveldt menjelaskan bila Kâundinya adalah paman dari pihak ibu dan Suddhôdana adalah ayah Hyang Buddha. W.P. Goeneveldt kemudian menilai bila para penguasa kerajaan Poli berasal dari imigran dari India, (Lihat, W.P. Groeneveldt, Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, Jakarta, Komunitas Bambu, 2009: 113).

Sayangnya, W.P. Goeneveldt tidak menyebutkan alasan secara pasti bahwa penguasa kerajaan Poli berasal dari imigran dari India. Dilihat dari sudut bahasa, Poli sangat dekat dengan kata (P)Koli-ya. Atau dinasti dari kerajaan Poli. Sayangnya pendekatan ini lebih bersifat spekulatif sekalipun tetap menarik untuk dicermati. Di India, ternyata dinasti Koliya tidak ada. Karena itu kemungkinan besar ia berasal dari luar India.

Sangat menarik ternyata di India ditemukan 4 suku mirip Batak di India. Suku Mizoram, di India. Suku Monsang (Naga), salah satu suku dari Kelompok Naga, yang terdapat di kabupaten Chandel, India. Suku Mate, suatu komunitas adat yang terdapat di Manipur India. Suku Koireng, adalah salah satu dari Kelompok Kuki, menurut sejarah Koireng, di tanah air asli mereka dikenal sebagai Kolram, tanah Timur yang diyakini sama dengan keadaan Karen dari Burma Timur, kini Myanmar. (Lihat: http://pardedejabijabi.wordpress.com/2013/07/01/4-suku-mirip-batak-di-india/).

Kuat dugaan keberadaan 4 suku mirip Batak tersebut ada hubungannya dengan keberadaan Ratu Mahamaya dari dinasti Koliya atau dari kerajaan Poli. Kemungkinan leluhur mereka kala itu adalah para pengiring Ratu Mahamaya. Karena itu dapat dikatakan bila sesungguhnya Ibu Buddha Gautama berasal dari Batak. Dan Buddha Gautama adalah keturunan Batak.

Keberadaan Ratu Mahamaya Sebagai Salah Satu Bukti Tingginya Peradaban Nusantara Sejak Dulu

Keberadaan Ratu Mahamaya di India menunjukkan bila peradaban Nusantara telah ada jauh sebelum Masehi. Kurang lebih pada tahun 563 S.M peradaban Nusantara telah ada dan besar. Salah satunya buktinya adalah perkawinan antara seorang raja dari India dengan putri raja dari Batak. Perkawinan itu menunjukkan bila kedua negara itu saling menghormati kebudayaan masing-masing dan setara.

Sayangnya selama ini peradaban Nusantara dalam buku sejarah hanya dimulai pada era Masehi saja. Tepatnya pada penemuan Yupa di Kutai sekitar abad ke-4 Masehi. Seakan-akan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang baru mengenal sejarah. Kondisi ini tentu harus diluruskan.

Peradaban Nusantara, kiranya telah dimulai jauh lebih awal dari kisah Buddha. Dalam Ramayana jelas disebutkan adanya kerajaan Jawa. Kisah Ramayana secara teks lebih tua dari kisah Mahabharata. Hal ini karena Hanuman yang ada di kisah Ramayana dikisahkan juga dalam kisah Mahabharata. Bila perang di Kurukshetra terjadi sekitar 5561 SM sampai 1478 SM, maka kisah Ramayana tentu lebih tua lagi, (Lihat, Perkiraan Kapan Terjadinya Perang di http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_di_Kurukshetra). Karena itu peradaban Jawa dan Nusantara tentu telah dimulai jauh lebih awal lagi.*

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*
*